CSR Seri ke 1 dan 2

Kamis, 11 Desember 2008




CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY - CSR
(Tanggung jawab Sosial Perusahaan)


Oleh Rosady Ruslan

Sebagai ilmu pengetahuan manajemen pengelolaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), kini bersifat mengglobal, universal dan sistematis, yaitu mencakupi prinsip-prinsip atau landasan konsepsi dan paradigma baru dalam pelaksanaan dari fungsi operasional manajemen tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya teknis operasional yang digiatkan oleh Departemen Public Relations yang mewakili pihak perusahaan yang berdasarkan Trinidad and Tobaco Bereau of Standard (TTBS), yang menyatakan corporate social responsibility tersebut dapat diartikan sebagai suatu komitmen manajemen untuk selalu bertindak etis, legal dan memiliki konstribusi untuk lebih meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan secara kemitraan dan upaya meningkatkan kesejahteraan kualitas kehidupan para karyawan serta keluarganya, termasuk memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya pada umumnya, dan pelanggan/konsumen pada khususnya.
Menurut The World Business Council fo Sustainable Development - WBCSD (2002), bahwa definisi CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen bisnis untuk konstribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan perusahaan serta keluarganya, berikutnya melibatkan komuniti sekitarnya dan masyarakat secara keseluruhan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan (Budimanta 2004:73).
Penerapan konsep dan aplikasi setiap perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) yang kini telah menjadi trendi secara global untuk lebih peduli terhadap tanggung jawab pada lingkungan sosial masyarakat sekitarnya, dan hingga yang lebih luas. Artinya, sehubungan dengan wacana tanggung jawab dunia bisnis tersebut tidak hanya harus berorientasi untuk memaksimalkan mencari keuntungan (single buttom line) yang sebanyak-sebanyaknya, tetapi juga berkewajiban memangku kepentingan tanggung jawab sosial perusahaan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat yang meningkat secara fenomenal. Menurut Brenket, dalam bukunya Corporate Integrity and Accountability (2004), istilah lainnya yang berkaitan dengan ‘kepedulian sosial’ perusahaan, seperti melakukan investasi yang sesuai dengan etika bisnis dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (socially responsibility and ethical investment), yang mengacu pada prinsip-prinsip; good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik), good corporate citizenship (menjadi warga perusahaan yang baik bagi masyarakat dan lingkungannya), dan selain itu perusahaan yang memiliki program atau ingin menjadikan good citizen brands atas merek produk yang dapat diterima sepenuhnya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan secara khususnya bermanfaat baik bagi konsumennya.
Program kedermawanan sosial melalui tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan merupakan bentuk kerangka kesadaran dan komitmen yang serius pihak manajemen perusahaan untuk menunjukkan kepedulian dalam pelaksanaan tanggung jawab sosialnya (corporate social responsibility), dan pengertian prinsip dasar program pelaksanaan CSR tersebut adalah bagaimana memberdayakan komuniti atau mensejahterakan masyarakat yang berada disekitar perusahaan untuk menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomiannya yang saling bermanfaat bersama (mutually symbiosis), agar keberadaan komuniti disekitar perusahaan dapat terentas dari kemiskinan. Suatu pertanyaan, apa sih pengertian sesungguhnya dari tanggung jawab sosial perusahaan?. Dalam perspektif pandangan konsep dari “Manajemen Public Relations”, bahwa keberadaan suatu perusahaan yang bersangkutan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan dari khalayak sebagai pemangku kepentingan (stakeholder), oleh karena itu selain perusahaan harus bertanggungjawab secara internalisasi demi kelangsungan operasional bisnis atau usahanya (aspek komersial), tetapi pihak pemilik atau melalui menajemen public relations yang diwajibkan memiliki tanggung jawab sosial terhadap kepedulian kesejahteraan publik eksternalnya, yang artinya para profesional, pimpinan dan perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, selain bertanggungjawab terhadap pemilik perusahaannya, dan tetapi juga demi memperhatikan aspek kepedulian sosialnya pada khalayak publiknya.
Disamping itu, dalam artikel ini selanutnya pada seri berikutnya membahas mengenai pengertian dari dua istilah lain yang terkait dengan konsep dan aplikasi CSR, yaitu social marketing dan societal marketing, walaupun kedua hal tersebut terlihat sama, tetapi sebenarnya terdapat konsep atau pengertian yang saling berbeda, termasuk dalam penerapan pemasaran dan kegiatan sosialnya. Pengertian social marketing yang berarti ‘pemasaran sosial’, yaitu merupakan upaya untuk mengubah prilaku sosial (target adopter atau publik sasarannya) dengan mengkombinasikan pendekatan komunikasi tradisional dan termasuk memanfaatkan teknologi komunikasi canggih melalui keterampilan pihak pemasaran (social marketer) untuk bertujuan suatu perubahan sosial (social change).
Kemudian pengertian lainnya, mengenai konsep social marketing menurut Kotler dan Roberto (1989:24), yaitu mendefinisikan bahwa pemasaran sosial merupakan strategi untuk mengubah prilaku melalui kombinasi elemen-elemen terbaik melalui pendekatan tradisional untuk perubahan sosial yang tersusun dalam perencanaan dan kerangka kegiatan secara terintegrasi dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan dukungan kemampuan pihak pemasaran sosial. Sedangkan pengertian mengenai societal marketing, menurut Kotler dan Amstrong dalam bukunya, Principles of Marketing (1994), yaitu merupakan konsep pemasaran kesejahteraan sosial melalui pendekatan tiga unsur dengan kebijakan pemasaran, dengan unsur-unsurnya adalah; 1) memperhatikan profit usaha (profit oriented), 2) memenuhi keinginan dan kepuasan bagi konsumen (consumer satisfaction), dan terakhir, yaitu 3) unsur yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan sosial (society and human welfare). Paling tidak, baik konsep social marketing maupun societal marketing yang lebih dahulu diluncurkan (tahun 1970-an) yang berkaitan dengan kepedulian perusahaan terhadap masalah-masalah perubahan kehidupan sosial dan hingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, dan kemudian pada tahun 1980-an lalu dikembangkan menjadi cikal bakal konsep pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) di beberapa perusahaan besar baik milik pemerintah maupun swasta nasional, regional dan hingga bersekala multi internasional, kini mulai memperhatikan mengenai dampak negatif sebagai akibat eksploitasi yang berlebihan dari operasional-bisnisnya yang mengancam secara serius terhadap lingkungan kehidupan sosial-masyarakat, yaitu selanjutnya upaya memperbaiki dampak negatif tesebut melalui program pengembangan perekonomian berkelanjutan, pemberdayaan komuniti, kepedulian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan hingga sistem kemitraan pengelolaan lingkungan kehidupan masyarakat serta kemampuan melestarikan alam sekitarnya.
Kini selanjutnya tengah populer mengangkat pembahasan masalah isu mengenai perubahan iklim (climate change) yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim atau pemanasan global (global warming), termasuk pemasaran merek-merek suatu produk yang selama ini selalu diidentikkan dengan melihat manfaat, kualitas dan kuantitas suatu produk atau layanan jasa bagi pemuasan keinginan konsumennya, tetapi kini sudah meluas pemasarannya yang dikaitkan kepedulian tanggung jawab sosial, memiliki nilai-nilai kemanusiaan, value dan manfaat bersama atau dengan istilah baru yang lebih trendi, yaitu Brand Social Responsibility (BSR) dan Citizen Brands (CB). Situasi perubahan manfaat merek tersebut, menurut Marc Gobe, dalam bukunya, Emotional Branding dan Citizen Brand (2006), pengertian citizen brand, yaitu dimana merek tidak lagi sekedar cukup baik bagi masyarakatnya, melainkan dapat juga memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, dan terlibat penuh dalam menciptakan dunia lebih baik, demi manfaat bersama serta memiliki kepedulian tanggung jawab sosial merek.
Pembahasan lainnya berkaitan dengan sistem tanggung jawab lingkungan perusahaan (corporate environmentalism), yang diaplikasikan dalam kegiatan pemasaran hijau (green marketing) atau produk pendekatan go green, yang merupakan dinamika pasar dan antsipasi terhadap perubahan prilaku konsumen yang kini lebih peduli lingkungan (green consumer), yaitu mendorong pihak pemasar produk yang menggunakan kemasan atau pembungkus yang lebih ramah dan tidak mencemari lingkungan hidup, yaitu alternatif bahan-bahan yang terbuat dari hasil material didaur ulang (recycling material), termasuk menggunakan teknologi ramah lingkungan.

A. KONSEP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (CSR)
Perusahaan sebagai entitas bisnis dalam era pasar bebas atau globalisasi yang sangat liberal dan penuh dengan persaingan ketat (hyper competitive) seperti sekarang ini, dan tidak lagi berpandangan yang menjadikan suatu organisasi sebagai tempat mencari keuntungan (profit oriented) semata-mata, baik bagi individu atau kelompok tertentu sebagai pengelola usaha komersial. Perusahaan-perusahaan secara komprehensif dan terpadu menjalankan usahanya dengan memperhatikan nilai-nilai etis bisnis yang mengacu pada prinsip GCG (Good Corporate Governance), dalam hal ini khususnya manajemen atau pengambil keputusan tidak hanya bertujuan ekonomis dan aspek legal (demi kepentingan pemegang saham atau shareholder), tetapi juga memperhatikan kewajiban sosial terhadap kelompok atau pemangku yang berkentingan lainnya (stakeholder). Artinya, perusahaan-perusahaan kini mulai adanya pergeseran pemahaman dari perspektif shareholder ke perspektif untuk memperhatikan kepentingan stakeholder yang dikembangkan melalui konsep dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Selain memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan, dan termasuk tangggung jawab terhadap aspek lingkungan, baik fisik yang terkait dengan tidak membuang sampah atau limbah sembarangan tempat, melakukan pencemaran dan polusi udara serta menjaga kelestariaan alam sekitarnya. Maupun aspek tanggung jawab sosial lainnya, korporasi harus mampu memainkan peran sosialnya sebagai good corporate citizenship dalam konsep manajemen mengelola lingkungan, memperhatikan kepentingan sosial atau peningkatan kesejahteraan masyarakat dan langkah-langkah mitigasi korban bencana alam melalui aktivitas atau program CSR
Pemikiran yang mendasari konsep CSR tersebut dianggap sebagai inti dari konsep etika bisnis dan termasuk bagaimana menata-kelola perusahaan secara baik (Good Corporate Governance-GCG), yaitu kesadaran pihak perusahaan tetap menjaga kelestarian lingkungan, meningkatkan kepedulian mengenai kesejahteraan sosial-masyarakat, termasuk menciptakan iklim kondusif atau memiliki standar keselamatan tempat kerja bagi karyawannya, dan hingga mampu membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang sekaligus merupakan investasi sosial perusahaan (corporate social investment) dalam waktu jangka panjang. Terdapat berbagai penafsiran mengenai CSR yang berkaitan dengan prilaku suatu perusahaan, namun yang banyak diterima adalah pendapat bahwa yang disebut dengan kegiatan CSR yang sifatnya melebihi (beyond) dari laba (revenue) diperoleh perusahaan bersangkutan, bahkan melebihi sekedar aktivitas program public relations hanya untuk menciptakan citra perusahaan. Artinya, semakin kompleks kepemilikan suatu usaha, maka konsep CSR yang dapat bermakna lebih luas, yaitu niat baik dan komitmen serius dari perusahaan untuk memberikan konstribusi terhadap kualitas kehidupan sosial-masyarakat, dan hingga program pengembangan yang berkelanjutan dalam jangka panjang melalui kerjasama dengan komunitas setempat secara efektif, yang pada akhirnya akan dapat berdampak penilaian kinerja positif terhadap citra dan reputasi perusahaan.
Terdapat enam kecenderungan utama yang menegaskan arti pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu adanya peningkatan kesenjangan antara kaya dan miskin; posisi negara semakin berjarak dengan rakyatnya; makin tajamnya sorotan kritis dan resistensi publik terhadap pembangunan tidak pro rakyat; terdapat harapan-harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik; anti terhadap perusahaan yang telah merusak lingkungan dan melakukan pencemaran; serta tren publik menginginkan adanya transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kepedulian kesejahteraan sosial-masyarakat. Dalam pelaksanaan program CSR tersebut, masing-masing perusahaan memiliki ciri khasnya yang bersifat nature, dan tidak adanya bentuk peraturan standar tertentu yang mewajibkan pihak perusahaan dalam melaksanakan program CSR yang dapat diberikan kepada masyarakatnya. Seperti program yang terfokus pada bidang perhatian lingkungan hidup, pengembangan ekonomi usaha menengah dan kecil masyarakat atau pemberdayaan masyarakat, bidang peningkatan kesehatan dan hingga kepedulian dunia pendidikan sebagainya
Penerapan konsep perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) yang kini telah menjadi trendi secara global untuk lebih peduli terhadap tanggung jawab pada lingkungan dan sosial masyarakat demi kelestarian lingkungan alam sekitarnya, maka sehubungan dengan wacana tanggung jawab dunia bisnis tersebut tidak hanya harus berorientasi laporan atau memaksimalkan mencari keuntungan (single buttom line) yang sebanyak-sebanyaknya, tetapi juga berkewajiban memangku kepentingan tanggung jawab sosial perusahaan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat yang meningkat secara fenomenal, menurut Brenket, dalam bukunya Corporate Integrity and Accountability (2004). Istilah lainnya yang berkaitan dengan ‘kepedulian sosial’ perusahaan, seperti melakukan investasi yang sesuai dengan etika bisnis dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (socially responsibility and ethical investment), yang mengacu pada prinsip-prinsip; good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik), good corporate citizenship (kewargaan perusahaan yang baik bagi masyarakat dan lingkungannya), dan menjadikan suatu good citizen brands (merek produk yang dapat d iterima baik oleh masyarakat-konsumen).
Program kedermawanan sosial melalui tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan merupakan bentuk kerangka kesadaran dan komitmen yang serius pihak manajemen perusahaan untuk menunjukkan kepedulian dalam pelaksanaan tanggung jawab sosialnya (corporate social responsibility), dan pengertian prinsip dasar program pelaksanaan CSR tersebut adalah bagaimana memberdayakan komuniti atau mensejahterakan masyarakat yang berada disekitar perusahaan untuk menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomiannya yang saling bermanfaat bersama (mutually symbiosis), agar keberadaan komuniti disekitar perusahaan dapat terentas dari kemiskinan. Suatu pertanyaan, apa sih pengertian sesungguhnya dari tanggung jawab sosial perusahaan?. Dalam perspektif pandangan konsep manajemen public relations, bahwa keberadaan suatu perusahaan yang bersangkutan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan dari khalayak sebagai pemangku kepentingan (stakeholder), oleh karena itu selain perusahaan harus bertanggungjawab secara internalisasi demi kelangsungan operasional bisnis atau usahanya (aspek komersial), tetapi pihak pemilik atau menajemen perusahaan diwajibkan memiliki tanggung jawab sosial terhadap kepedulian publik eksternalnya, yang artinya para profesional, pimpinan dan perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, selain bertanggungjawab terhadap pemilik perusahaannya, dan tetapi juga demi kepedulian pada khalayak publiknya atau stakeholder (non fiduciary responsibility).
Menurut konsep program CSR, dari contoh pihak External Affair & Sustainable Development, PT Kaltim Coal (Majalah Swa, edisi Januari 2006:68) sebagai bahan studi perbandingan agar pelaksanaan program CSR tersebut berjalan elegan, etis dan mulus, yaitu sebagai berikut kiat-kiatnya:
1). Program diarahkan ke masyarakat yang membutuhkannya dan sehingga tepat sasaran, tidak boleh dipaksakan yang harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat penerima program CSR.
2). Program lebih diprioritaskan pada kebutuhan pokok masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan, seperti program pendidikan, kesehatan dan pengembangan agrobisnis dengan khalayak sasarannya yaitu kelompok masyarakat (komuniti) yang kurang mampu atau terpinggirkan secara ekonomi dan sosial (social and economical marginalized).
3). Program CSR dilaksanakan dengan menyediakan tenaga ahli pendamping di lapangan, dan masyarakat sebagai partisipan program tersebut akan memperoleh pembinaan dan pelatihan yang terkait serta terarah dengan baik.
4). Program selalu dikomunikasikan ke pemerintah setempat agar sinkron dengan program pembangunan daerah yang merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program CSR secara efektif.

1. Penerapan dan Mahzab CSR
konsep penerapan program CSR lainnya di berbagai perusahaan yang pada umumnya tidak sama perspektif, penerapan dan aliran mahzab yang dianut oleh masing-masing pemilik perusahaan yang tergantung dari pada visi, misi, filosofis, tujuan dan budaya perusahaan bersangkutan, yaitu pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Penerapan CSR
Menurut Susanto, AB (2003:9), bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga kelompok, yaitu berpandangan atau perspektif pihak pemilik atau perusahaannya, yaitu sebagai berikut:
1. Social Obligation
Pandangan penerapan dan tahapan program CSR dalam hal ini, yang dilaksanakan perusahaan sebagai bentuk kewajiban semata-mata yang pada umumnya hanya mengikuti persyaratan minimal apa yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
2. Social Reaction
Dalam hal tahapan ini, pelaksanaan program CSR sudah lebih maju dan perusahaan mulai tumbuh kesadarannya, namun perlu dorongan eksternal. Misalnya, suatu korporasi memiliki masalah eksternalitas yang negatif atau minim dan secara teoritis sebetulnya dapat diabaikan. Tetapi, jika terlalu lama diabaikan maka akhirnya menimbulkan reaksi masyarakat dan pada saat itulah korporasi melakukan social reaction
3. Social Response
Pada tahap ini, perusahaan dan masyarakat mampu bekerja secara bersama-sama untuk melaksanakan kegiatan CSR sebagai program kemitraan untuk pengembangan, pemberdayaan dan pembangunan berupa infrastruktur, tempat sarana ibadah, pelayanan pendidikan, fasilitas kesehatan sosial, dan umum, hingga bantuan atau perlindungan konsumen dan sebagainya.
b.
Mahzap
Selanjutnya secara umum pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) menurut pendapat para pakar atau akademisi telah memperkenalkan beberapa mahzab CSR yang banyak dipergunakan oleh pengusaha penganut aliran tertentu demi kepentingan bisnis perusahaan yang berkaitan erat dengan tanggung jawab atau kedermawanan sosialnya, yaitu beberapa aliran mahzab yang dikenal oleh praktisi, sebagai berikut:
c.
Mahzab Ekologi
Para penganut mahzab ini yang berkeyakinan bahwa perusahaan tidak perlu berhitung tentang untung-ruginya biaya yang dikeluarkan untuk program CSR, misalnya pengusaha Surya Wonowijoyo, pendiri perusahaan rokok Gudang Garam yang dikenal sangat darmawan yang telah banyak membantu pihak yang memerlukannya tanpa memperdulikan siapa yang dibantunya. Aktivitas kelompok penganut mahzab ekologi ini dikenal dengan istilah charity (karitas) atau bantuan amal yang memiliki ‘prinsip bila tangan kanan memberi dan tangan kiri jangan sampai mengetahuinya’. Model mahzab ini juga pernah diterapkan oleh pelawak almarhum Taufik Savalas yang sering membagi-bagikan uang kepada kaum dhuafa sebagai bentuk amal kebaikan (charity).
Model ini memiliki kelemahan, terutama pemberian tersebut tidak terkontrol dengan baik dalam pelaksanaanya, jika sasarannya tepat akan jatuh ketangan yang bertanggung jawab, dan sebaliknya jika pemberian bantuan itu salah sasaran akan sia-sia hasilnya (mubazir).
d. Mahzab Positioning
Para penganut mahzab positioning ini berpandangan bahwa aktivitas atau program CSR yang dilaksanakan tersebut selalu terkait dengan positioning produknya atau kepentingan bisnis perusahaan. Misalnya, perusahaan PT HM Sampoerna, produsen rokok yang terkenal dengan merek Sampoerna Hijau, artinya program Brand Social Responsibilty (BSR) atau istilah lainya, Brand-CSRnya yang identik dengan warna hijau atau tema kampanyenya bertujuan tentang kepedulian penghijauan atau reboisasi hutan yang terkait dengan pengurangan dampak pemanasan global (global warming) dengan berpartisipasi untuk menanam sejuta pohon.
e. Mahzab Image Promotion
Para penganut aliran ini mengajak partisipasi pihak konsumen atau publik untuk kepedulian sosial yang dikemas melalui kegiatan program CSR yang dilaksanakan secara promotif oleh perusahaan untuk bertujuan membangun citra positif melalui program CSR yang dilakukan secara jujur dan tulus. Misalnya, program membantu para korban bencana alam, gempa bumi dan hingga tsunami melalui bantuan pengobatan atau obat-obatan, tim medis, makanan/minuman kemasan dan tenda atau dapur darurat. Hal ini sering dilakukan oleh pengusaha jamu Sido Muncul, Irwan Hidayat yang mendatangi para pengungsi sebagai bentuk kegiatan bantuan amal (charity) sambil membawa bantuan, obat-obatan, makanan atau minuman, dan jamu ‘Tolak Angin’ dan ‘KukuBima Ener-G’ yang selalu diekspose (cause promotion) melalui berbagai tayangan komersial televisi komersial dan advertorial di berbagai media cetak tentang berbagai aktivitas CSR-nya bertujuan promosi untuk meningkatan citra produknya.

4. Konsep Piramida CSR
Kegiatan kedermawanan sosial yang dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan merupakan bagian dari program tanggung jawab sosialnya (CSR) sebagai upaya manajemen perusahaan untuk menimalisasikan dampak negatif dan memaksimalisasikan dampak positifnya terhadap sikap atau pandangan pihak pemangku kepentingan (stakeholder) mengenai eksistensi suatu perusahaan, yang dalam kaitannya dengan kepentingan baik ranah ekonomi, kepedulian sosial maupun mejaga kelestarian lingkungan hidup dan alam sekitarnya. Pandangan lainnya secara konfrehensif mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, menurut Carrol (1996) dalam konsep piramida CSR, yaitu terdapat empat tanggung jawab yang lainnya menjadi beban kewajiban perusahaan, yaitu sebagai berikut :
(1) Tanggung jawab ekonomi, yaitu untuk memenuhi tanggung jawab ekonomis yang harus mampu menghasilkan laba atau profit usaha sebagai pondasi demi mempertahankan eksistensi dan perkembangan operasional-bisnis perusahaan selanjutnya.
(2) Tanggung jawab hukum, yaitu dalam menjalankan aktivitas perusahaan adalah bertanggung jawab sesuai atau azas taat kepatuhan dengan peraturan hukum yang berlaku.
(3) Tanggung jawab etis, yakni perusahaan harus mentaati etika moral dan persaingan bisnis yang sehat dalam menjalankan roda operasional usahanya, dan
(4) Tanggung jawab filantropi, merupakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komuniti yang berada disekitar dari suatu perusahaan, dan hingga memperhatikan kepentingan sosial masyarakat yang lebih luas.

5. Respon Perusahaan Terhadap Isu CSR
Kemudian pendapat lain dari Steiner (1994) sebagai mana dikutip dari Jurnal filantropi dan masyarakat madani, Galang (Edisi Januari, 2006:7-8), mengatakan bahwa terdapat tiga alasan penting, mengapa kalangan usahawan (bisnis) harus merespon terhadap perkembangan isu-isu mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang harus sejalan dengan operasional bisnis perusahaan yang bersangkutan, yaitu :
Perusahaan merupakan makhluk sosial yang mau tidak mau harus merespon keinginan-keinginan masyarakat, ketika harapan masyarakat terhadap fungsi perusahaan berubah. Maka pihak perusahaanpun melakukan hal yang sama sesuai dengan keinginan masyarakat, dan perusahan menyadari jika beroperasi dalam suatu tatanan ekonomi, politik, hukum, budaya, hingga kemampuan menggunakan teknologi yang tepat, dan harus memaksa secara instingtif, maka perusahaan akan melakukan aksi ‘konformitas’ (penyelarasan) terhadap perubahan-perubahan yang harus segera untuk merespon ekspektasi masyarakat tersebut.
Kepentingan bisnis dalam jangka panjang perusahaan dan selain memperoleh laba, tetapi harus ditunjang dengan semangat memiliki rasa tanggung jawab sosial perusahaan, karena antara aktivitas bisnis dan kepedulian masyarakat memiliki hubungan bersifat ‘simbiotik’. Artinya, yaitu pihak publik memperoleh kesejahteraannya yang tergantung dari profit yang telah dihasilkan dari tanggung jawab pengelolaan bisnis perusahaan bersangkutan.
Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan cara untuk menghindari atau mengurangi gesekan (konflik) dengan masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak negatif, dan dapat mempengaruhi kebijakan atau peraturan pemerintah. Jika suatu perusahaan berniat baik memperhatikan peraturan yang berlaku dengan cara merespon secara positif tuntutan sosial (social demand) merupakan upaya mengurangi tekanan biaya sosial lebih mahal, dan mampu menciptakan fleksibelitas perusahaan dalam menjalankan operasional usahanya dengan baik demi manfaat atau tujuan bersama.

B. PERIODESASI dan PENGERTIAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) cukup banyak dikemukakan dari berbagai kalangan pakar, profesional, eksekutif swasta, pejabat pemerintah dan hingga para akademisi. Terkait dengan pengertian CSR tersebut, ada baiknya untuk melihat kebelakang tentang periodesasi dan perkembangan awal pada tahun 1970, yaitu pertama kali pihak pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan UU Lingkungan Hidup untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran polusi udara bagi kalangan perusahaan manufatur, dan industri otomotif yang harus memenuhi standar pengelolaan emisi atau gas buang. Disamping itu perusahaan-perusahaan di AS digugah untuk selalu bertanggung jawab terhadap kesejahteraan sosial dan sekaligus mampu menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Kemudian pada tahun yang sama berkembang konsep pemasaran yang terkait dengan societal marketing (pemasaran kesejahteraan sosial) yang menjadi konsep dasar CSR yang dibangun atas dasar perusahaan dalam pencarian laba (profits), kepuasan konsumen (consumer satisfaction) dan aspek tanggung jawab social (human welfare). Disamping itu dilaksanakannya kegiatan pelaksanaan program CSR dimulai dengan mengkampanyekan dengan penekanan tema atau isu-isu penghijauan (green campaign issues), dan selanjutnya pada 1980-an beberapa perusahaan besar mulai memperhatikan mengenai dampak negatif sebagai akibat eksploitasi dari bisnisnya secara serius terhadap lingkungan hidup melalui program pengembangan pelaporan, pemberdayaan komuniti dan sistem pengelolaan lingkungan hidup.
Perkembangan berikutnya pada 1990-an bahwa konsep CSR tersebut berorientasi demi kepentingan korporat yang hanya keberpihakan untuk meningkatkan reputasi dan citra perusahaan belaka (good corporate reputation and image) atau disebut dengan melakukan greenwash, khususnya pada perusahaan-perusahaan yang memiliki resiko tinggi, seperti industri pertambangan minyak, perkebunan, perkayuan dan pulp, produksi rokok, transfortasi serta industri otomotif dan lain sebagainya yang telah memiliki tersendiri program pertanggungjawaban sosial perusahaan sesuai dengan core business-nya masing-masing. Tetapi masih kurang optimal, terutama mengenai program terhadap kepedulian sosial-komuniti yang hidup berada disekitar kawasan suatu perusahaan yang kurang beruntung dengan lebih memperhatikan dampak baik-buruknya, dan termasuk upaya menjaga kelestarian lingkungan alam sekitarnya.
Artinya, pada periode awal dari pandangan perkembangan pelaksanaan program CSR tersebut yang masih dianggap pihak perusahaan hanya sebagai bentuk ‘hutang’ yang wajib harus dibayar, misalnya melalui program reboisasi atau penghijauan kembali alam hutan yang telah dieksplorasi, dan termasuk program pemberian pengobatan cuma-cuma, membangun gedung sekolah, penerangan umum, hingga memberikan bantuan pemberdayaan atau bimbingan usaha kecil dan menengah kebawah tersebut bukanlah sebagai kewajiban utama internalisasi dari bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena pada awal perkembangan CSR tersebut yang biasanya dijalankan oleh bagian dari kelembagaan Corporate Communication, Public External Affair atau Public Relations Departement yang hanya berorientasi pendekatan program kosmetik’ demi kepentingan untuk mempercantik atau menjaga nama baik dan citra positif belaka perusahaan yang bersangkutan. Lebih tepat dikatakan bahwa perusahaan tersebut melakukan kegiatan greenwash, yaitu suatu tindakkan sekedar ‘mencuci’ kinerja atau reputasi yang buruk suatu ‘perusahaan yang bermasalah’ melalui program public relations dengan kegiatan charity dalam jangka pendek secara manipulatif seolah-olah telah menunjukan kepedulian tanggung jawab sosialnya, yang sering disebut program PR dengan sebutan, green wash.



Pada periode selanjutnya, menurut Kotler tahun 2005, maka perkembangan CSR pada era melenium ini, dengan seiringnya tingginya tingkat perhatian publik yang kian kritis, media massa yang selalu mengekspos terjadinya pelanggaran perusahaan terhadap perusakan lingkungan, termasuk produk-produk yang bermasalah dengan kandungan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan manusia, dan menghadapi daya tingkat persaingan ketat pada era globalisasi sekarang. Maka khususnya, pihak perusahaan-perusahaan besar (multi national copopration-MNC) baik secara nasional, dan regional maupun internasional yang kini berusaha agar program CSR-nya merupakan program terinternalisasi kebagian integral dari total keseluruhan platform program strategi (grand strategy) komunikasi perusahaan yang berdasarkan visi, misi dan tujuan atau sasaran organisasi hendak dicapainya, baik program dalam jangka pendek (taktik pelaksanaan) maupun jangka panjang (bagian strategi perencanaan utama perusahaan). Termasuk komitmen manajemen perusahaan untuk menerapkan program CSR yang menjadi suatu an umbrella (merupakan payung) terhadap konsep pengembangan citra positif perusahaan dan merek produk yang dapat diterima baik secara sepenuhnya (good corporate citizenship and good citizen brand) oleh masyarakat atau konsumennya.
Misalnya, produk The Body Shop yang terkenal dengan tema ‘against animal testing’ mengenai komitmen kepedulian terhadap aktivitas sosialnya yang tidak akan pernah menyakiti makhluk binatang sebagai kelinci percobaan. Produk kosmetika dan toiletris dengan merek The Body Shop yang terkenal reputasinya dan pertama diproduksi di Inggris tahun 1976 yang hingga kini telah tersebar secara internasional di berbagai 50 negara. Perusahaan yang dimotori oleh pemiliknya, almarhum Anita Roddick yang memiliki komitmen melalui praktik etika bisnis atau human values-driven (mendorong nilai-nilai kemanusiaan), dan pada tahun 1990 mulai aktif berkampanye terkait dengan cause promotion (alasan promosi yang bertujuan menciptakan kesadaran publik) yang bertemakan againts animal testing (AAT), merupakan bagian dari pengembangan perspektif komunikasi dari strategi kampanye jangka panjang untuk meningkatkan komitmen dan kesadaran yang bertujuan pencapaian suatu win-win result (keberhasilan untuk menciptakan sama-sama menang). Oleh karena selama ini, sebagian besar industri perusahaan kosmetika dan toletris di Inggris dan negara-negara Eropa, menurut Kotler dan Lee (2005:69), hingga tahun 2002 yaitu sedikitnya terdapat 35 ribu binatang yang ‘disiksa’ untuk dipergunakan sebagai kelinci percobaan terhadap pengembangan produk-produk kosmetika dan toiletris baru di pusat penelitian dilabotariumnya sebelum dipasarkan. Pada tahun yang sama gagasan Anita Roddick mengenai isu AAT tersebut berhasil mendorong pemerintah di Negara Uni Eropa mengeluarkan peraturan untuk melarang penggunaan makhluk binatang sebagai kelinci percobaan terhadap pengembangan produk-produk baru di pusat penelitian labotarium di setiap perusahaan.

1. Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Selama ini, terdapat dua pendapat mengenai definisi CSR, yakni pertama; Tidak ada konsensus sama sekali tentang pengertian CSR, dan Archie Carrol (melalui bukunya, Corporate Social Responsibility: An Evolution of Definitional Construct. 2009), salah satu pelopor penelitian definisi mengenai CSR yang menyatakan bahwa tidak ada kesepakatan ilmiah mengenai pengertian CSR, dan konsekunsinya adalah setiap pihak boleh menginterpretasikan CSR sesuai dengan selera dan kepentingan masing-masing perusahaan. Sedangkan pendapat yang kedua, menyatakan bahwa definisi CSR tersebut beragam dengan pengertiannya, namun untuk menarik benang-merahnya yang disebut dengan CSR yang sesungguhnya sudah disepakati bersama, dan tidak ada keraguan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tersebut merupakan kontribusi perusahaan untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan jika tidak pengertiannya hanya sekedar “program kosmetik kehumasan” demi tujuan peningkatan citra perusahaan belaka. Artinya, bahwa sustainable development (pembangunan berkelanjutan) yang merupakan kata kunci untuk membedakan secara tegas antara istilah CSR dan Greenwash alias pengelabuan citra melalui tebar pesona yang seolah-olah sangat peduli dengan tanggung jawab sosialnya.
Membahas mengenai definisi CSR yang komponennya adalah berkaitan dengan memperhatikan pihak pemangku kepentingan (stakeholder), ekonomi, sosial dan lingkungan. Seperti pengertian CSR yang telah diusung oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan, Departemen Sosial RI melalui buku yang berjudul ‘Acuan Klasifikasi Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha’ (2005: 6) yaitu pertama, bahwa konsep tanggung jawab sosial (social responsibility - CSR) adalah komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungannya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan kehidupan ekosistem disekililingnya. Sedangkan konsep kedua, adalah tanggung jawab sosial yang merupakan pengelompokan program tanggung jawab sosial dunia usaha (corporate social responsibility - CSR), yaitu berdasarkan prinsip-prinsip dasar, strategi dan lingkup program yang dapat dijadikan sebagai acuan pelaporan pelaksanaan program dan penilaian tanggung jawab sosial dunia usaha.
Termasuk membahas pengertian mengenai strategi penyelenggaraan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu direncanakan dan dikembangkan sebagai mana prinsip dasarnya, bukan hanya untuk membantu pemberdayaan masyarakat, tetapi sebagai upaya untuk menjaga kelangsungan usaha (business sustainability) dengan tidak mengabaikan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakatnya. Strategi CSR tersebut dapat dipergunakan dalam penyelanggaraan tanggung jawab sosial dunia usaha, yaitu melalui program penguatan kapasitas, pemberdayaan, kemitraan atau kolaborasi dan hingga penerapan inovasi terhadap pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat yang berkelanjutan (social welfare sustainable).
Kemudian pengertian
konsep CSR dari versi Bank Dunia (1992), bahwa CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employee and their repsentatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.
Secara umum pengertian CSR dari Bank Dunia tersebut merupakan komitmen dunia usaha untuk memberikan konstribusi terhadap pengembangan perekonomiman yang berkelanjutan yang berkerjasama dengan para karyawan, serta pihak terkait dengan komuniti lokal dan hingga masyarakat lainnya yang berupaya seluas-luasnya untuk memperbaiki kualitas kehidupan, yang berarti akan menambah nilai kebaikan bagi perusahaan dan pengembangan masyarakat. Sedangkan definisi CSR lainnya, dari versi Uni Eropa, yaitu CRS is concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and their interaction with their stakeholders on a voluntary basis. Pengertiannya, bahwa CSR merupakan suatu konsep dari keseluruhan perusahaan yang memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan dalam operasional usahanya, yang berinteraksi dengan pihak khalayak pemangku kepentingan dan berbasiskan kesukarelaan.
Artinya, dari berbagai versi definisi yang ditampilkan tersebut diatas, yaitu terdapat suatu konsep pengertian yang sama adalah bagaimana pihak perusahaan berupaya untuk mencari keseimbangan antara bertujuan mencari profit dari kegiatan operasional bisnisnya, dan disamping itu merupakan suatu kewajibannya untuk memperhatikan aspek tanggung jawab sosialnya serta menjaga kelestarian lingkungan.

-----To Continued -----

DAFTAR PUSTAKA

Budimanta, Arif dkk. 2004.Corporate Social Responsibility, Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD).
Cutlip, Scott M. and Allen H. Center. 1982. Effective Public Relations. New Yersey. Prentice-Hall, Inc.
EBAR (Economics Business & Accounting Review), Journal. 2006. Corporate Social Responsibility. Jakarta: FE-UI, Departemen Akutansi
Galang, Filantropi dan Masyarakat Madani. Journal. 2006. Edisi Vol. 2 No.1, Oktober. Filantropi Media dan Bencana di Indonesia. Jakarta: Penerbit PIRAC (Public Interest
Research and Advocacy Center).
Galang, Bulletin. Edisi pertama tahun II.Febuari 2002 dan Edisi ke-4. September 2003. Jakarta: Penerbit PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center).
Jahja, Rusfadia Saktiyanti & Irvan, Muhammad. 2006. Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi. Kota Depok : Piramedia
Kotler, Philip & Lee, Nancy. 2005. Corporate Social Responsibility, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause . New Jersey: Published by John Wiley & Sons, Inc.
Kotler, Philip & Armstrong, Gary. 1994 . Principles of Marketing. New Jersey: Prentice Hall, International Inc.
Marketing, Majalah. 2007. Edisi, November. No. 11/VII. Dari CSR ke Brand Social
Responsibility. Jakarta: PT Info Cahaya Hero.
Mix, Majalah. 2004. Edisi, 10 November - 08 Desember. Societal Marketing. Jakarta:
Kelompok Swa.
Prasetya Mulya, Forum Manajemen. 2008. Vol. Juli-Agustus. Jakarta: Penerbit Prasetya Mulya, Business School
Rubin, Herbert J. & Irene S. Rubin.1992. Community Organizing and Development. (Second Edition). USA : Macmillan Publishing Company.
Rudito, Bambang. Adi Prasetijo dan Kusairi. 2003. Akses Peranserta Masyarakat, Lebih Jauh Memahami Community Development. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD).
Rudito, Bambang dan Arif Budiman. 2003. Metode dan Teknik Pengelolaan Commu-nity Development. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD).
Saidi, Zaim. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan. Jakarta: Penerbit Piramedia.
SWA, Majalah. 2005. Edisi 19 Sepetember . No. 26/XXI. Survey CSR 2005. Perusahaan Darmawan. Jakarta: Yayasan Sembada Swakarya.

2 komentar

Humas mengatakan...

http://rosadyruslan-humas.blogspot.com

20 April 2009 pukul 01.57
Humas mengatakan...

http://rosadyruslan-humas.blogspot.com

20 April 2009 pukul 01.57

Posting Komentar