Marketing Political Serial ke-2

Jumat, 02 Januari 2009



MARKETING POLITICAL CONCEPT


Oleh Rosady Ruslan

Memperhatikan perbedaan tujuan dasar dari pelaksanaan suatu kampanye yang dilakukan oleh antara pelaku marketing-commercial (pemasaran komersial) dan election campaign (kampanye pemilihan umum), secara esensial bahwa sesungguhnya pemasaran politik dari kandidat atau parpol tersebut pada prinsipnya hampir sama dengan strategi perencanaan pemasaran komersial suatu produk, tujuan iklan politik (political advertising) yang juga sama dengan iklan komersial lainnya, termasuk strategi komunikasi, persuasif dan edukatif yang merupakan hal sama dapat dipergunakan dalam kegiatan kampanye pemasaran produk komersial atau kegiatan dalam kampanye pemasaran politik dengan memanfaatkan media massa dan media advertising place untuk penyampaian pesan-pesan komunikasi terhadap para khalayak sasarannya (Lihat Tabel perbadingan) dibawah ini:


Tabel Perbandingan Marketing-Commercial & Election Campaign

A. Marketing – Commercial (Elemen Pemasaran-Komersia
  1. Perusahaan Komersial
  2. Produk Barang atau Jasa Pelayanan yang memiliki fitur produk dan bermanfaat tertentu bagi consumen atau customer-nya
  3. Kompetitor (Produk saingan lainnya)
  4. Periklanan Produk Komersial
  5. Presentase Tingkat Pangsa Pasar
  6. Khalayak Konsumen dan Pelanggan-nya
  7. Profit atau Keuntungan Material dari aspek penjualan dan pemasaran produk.
  8. Analisis dan Survei Konsumen
  9. Identifikasi potensial Pasar
  10. Riset Pasar
  11. Peramalan & Trend Model atau Merek tertentu Produk yang disukai di pasaran
  12. Fokus Kelompok & Riset Survei Pasar
  13. Point-of-Purchase (Display Promosi)
  14. Menciptakan Citra Perus. dan Kualitas & Kuantitas Prod. barang & layanan jasa.
  15. Teknikteknik Persuasif
  16. Saluran Media Komunikasi
  17. Tim Penasihat Kampanye
  18. Permintaan Produk
  19. Kegiatan Lembaga Perusahaan yang berorientasi Bisnis dan Komersial
B. Election Campaign (Elemen Kampanye Pemilu)
  1. Partai Politik atau Organisasi Politik
  2. Kandidat Politisi, Parpol yang Mengusung Isu atau Tema, hingga Gagasan, ideologi, & Program Kesra dan Pembangunan Nasional.
  3. Pesaing atau Penantang Politisi lainnya
  4. Periklanan Partai Politik/Kandidat politisi
  5. Persentase Perolehan Suara Banyak dari Konstituen-nya
  6. Warganegara, PesertaPemilu, & Pilkada
  7. Jumlah Peraih Suara Pemilih Banyak
  8. Analisis & Survei Peserta Pemilu, Pilcaleg, Pilpres dan hingga Pilkada
  9. Identifikasi Unit-unit Konstituen
  10. Riset Pemilu,Pilcaleg, Pilpres, Pilkada
  11. Peramalan Trend Pemilihan Suara Terbanyak di Suatu Daerah Pemilihan tertentu yang akan direbut peserta Pemilu
  12. Fokus Kelompok & Riset Survei atau hasil jajak Pendapat Publik.
  13. Display Hasil Suara diraih,& diumumkan
  14. Menciptakan Citra, Populeritas dan Tebar Pesona Kandidat Politisi & Parpol
  15. Teknik-teknik Promotif, Persuasif dan hingga Edukatif Publik sebagai pemilih.
  16. Saluran Media Komunikasi Politik
  17. Tim Penasihat Kampanye Politik
  18. Hasil Perkiraan Suara yang Diperoleh
  19. Kegiatan Lembaga Partai Politik Berorientasi Peraih Pendukung Terbanyak & Perebutan Pusat Kekuasaan Politik.

(Diolah dari sumber buku; Handbook of Political Marketing (Newman.1999:390)

C. Proses Kampanye dan Pemasaran Politik.
Menurut Newman (1999:411), bahwa sebagai ilustrasi dari perbedaan pemahaman pemasaran politik yang secara faktual terdapat perbedaan konsep dan fokus antara kandidat (candidat focus) dan lembaga parpol, misalnya dimana kandidat hanya terfokus pada kebijakannya terhadap pengertian dari konsep produk (product concept) yang diperkernalkan ke khalayaknya. Sedangkan hal yang lainnya hanya terfokus apa yang dapat dirasakan atau yang diinginkan oleh pihak pemilih (konstituen) yang terkait dengan konsep pemasarannya (political marketing concept), atau pihak partai politik (parpol) juga ingin terfokus pada kinerja atau penampilan citra lembaga yang terkait dengan konsep penjualan (selling concept), dan bagaimana untuk menonjolkan kampanye politik melalui program pembangunan yang menarik, platform politik, gagasan atau ide-ide atau isu-isu yang diusung oleh parpol yang memiliki daya tarik terhadap para pendukung utamanya atau simpatisannya (party concept) dan (Lihat Model dan Proses Kampanye Pemasaran Politik).

Pada kolom kampanye pemasaran politik (The Political marketing campaign), yaitu terdapat, yaitu:
  • Sigmentasi pasar pemilih yaitu secara berurutan dibawahnya mengenai penilaian kebutuhan pemilih, profil dan identifikasi sigmentasi dari pihak pemilih. Kemudian dikaitkan dengan,
  • Kolom positioning kandidat yang berisikan urutan penilaian kekuatan dan kelemahan kandidat yang maju ke pemilihan, penilaian berkompetisi, lalu target sigmentasi yang akan dicapai oleh kandidat dan kemampuannya membangun citra atau pesona dirinya dimata khalayak pemilihnya.
  • Kolom strategi formulasi dan implementasi, yang berkaitan dengan tahapan dari aktivitas bauran pemasaran politik, komponen The 4-Ps, berisikan: a). Unsur produk berbentuk program kerja parpol dan kampanye gagasan politik yang dikampanyekan melalui platform atau gagasan program parpol yang ditawarkan ke khalayak pemilihnya, b). Push marketing, yaitu upaya mendorong pamasaran politik terhadap pendukung atau pemilih dari grass Grassroot-nya, c). Pull marketing, yaitu sebaliknya sebagai upaya pemasaran politik untuk menarik perhatian mengenai pemberitaan, dan publikasi kampanye program politik.

Dapat juga bekerja sama dengan pihak wartawan dan berbagai media massa, baik media cetak atau media elektronik, d). Menyelenggarakan survei pemilih atau riset pendapat opini publik, media polling, dan opini polling. Terakhir adalah tahapan kontrol dan pengembangan perencanaan serta kegiatan organisasi partai politik baik secara strategi jangka panjang maupun taktikal pelaksanaan aktivitas politik dalam jangka pendek.
Berkaitan dengan kekuatan dorongan pengaruh lingkungan (environmental forces), yaitu berisikan tahapan-tahapan, yaitu: a). Tekhnologi yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi komputer atau saluran jajaringan internet, media saluran televisi, dan melalui korespondensi atau surat-menyurat antar parpol dengan para kandidat dan pemilih atau konstituennya, b). Perubahan struktur peranan tahapan pemilihan, pemilihan primer dan hingga acara konvensi, regulasi mengenai keuangan dan tata cara pelaksanaan sistem perdebatan antar kontestan pemilihan umum, c). Perubahan pengaruh kekuatan sebagai pihak perantara kandidat, konsultan, politisi, parpol, media massa dan pemilih. Sedangkan kolom pelaksanaan perencanaan dan proses kampanye politik (the political campaign), yaitu contoh model pemilu di AS yang berkaitan dengan tahapan kampanye pada persiapan pemilihan primer, primeri, proses konvensi hingga masuk ketahapan pemilihan umum.


D. Prilaku Pemilih kandidat Politik dan Parpol
Pada prinsipnya, bidang pemasaran politik yang berkaitan dengan prilaku pemilih adalah sama dengan pihak pembeli (a voter is buyer), tetapi menurut Newman & Sheth (1987) yang menunjukan ada beberapa perbedaan prilaku antara pembeli dan pemilih yaitu keputusan dalam menentukan sikap pemilih (voter) adalah kurang rasional jika dibandingkan dengan keputusan pihak pembeli (consumer). Singkat cerita bahwa pihak pembeli dalam bertransaksi suatu produk yang ditawarkan selalu melihat harga, kualitas dan kuantitas kondisi produknya, konsumer secara faktual tidak memerlukan waktu panjang, serta lebih menekankan keputusan yang rasional untuk membeli sesuatu barang yang terkait dengan model, manfaat, spesifikasi teknis dan dengan menampilkan citra atau kualitas merek suatu produk yang menarik perhatiannya.
Sebaliknya, prilaku pemilih (voter behaviour) berkaitan dengan keputusan menentukan sikap pilihannya terhadap parpol dan kandidat tersebut tidak selalu otomatis dan bersifat lebih tradisional, bersifat abstrak karena terangsang oleh dorongan hatinya untuk memilih suatu merek atau nama parpol dan kandidat yang muncul dalam emosinya, berdasarkan atas suka atau tidak suka dalam menentukan pilihannya. Pihak pemilih sebetulnya yang menginginkan konfirmasi lebih jauh mengenai tujuan pihak parpol yang sesuai atau tidak dengan harapan-harapan, keinginan, kebutuhan dan motivasinya si pemilih. Maka menurut Kapter L. (1990), ada beberapa tahapan yang penting dari pihak prilaku pemilih (voter behaviour) dalam menentukan pilihannya terhadap kandidat.

E. Komunikasi Politik
Tujuan sebenarnya dari komunikasi politik (political communication) yaitu berkaitan dengan impression management (manajemen mengelola kesan) yang berati terfokus pada pencapaian target kelompok dengan mendefinisikan melalui komunikasi strategis, dan sedangkan management image (manajemen mengelola citra) yang berarti merancang pesan-pesan politik melalui atribut kampanye , slogan, lambang atau simbol dan efektivitas strategis komunikasi yang menimbulkan kesan positif, serta adanya kepercayaan dari konstituennya. Kemudian kampanye politik (political campaign) yang biasanya terkait dengan perencanaan secara menditail seperti kegiatan dalam kampanye pemasaran politik, pesan-pesan politik, tema orasi, slogan, jargon-jargon atau isu-isu yang diusung dan tim pendukung kampanye yang solid dengan kemampuannya membangun kepuasan pemilih (voter satisfaction) terhadap keberhasilan pelaksanaan komunikasi yang terencana baik melalui media massa (media planning). Paling tidak, dalam komunikasi penyampaian pesan-pesan melalui Parpol atau kandidat yang memiliki tiga pengertian, yaitu melalui media salurannya adalah sebagai berikut:
1. Public Relations, yaitu meningkatkan perhatian pemilih terhadap publikasi pesan-pesan politik melalui saluran komunikasi politik terpercaya yang pesampaian pesan-pesannya ke berbagai surat kabar, majalah, publisitas/promosi atau media massa eletronik lainnya untuk meningkatkan pupuleritas secara signifikan di khalayaknya. Kemungkinan terjadi tekanan pesan yang disampaikan dengan menampilkan suatu citra yang diinginkan melalui media massa biasanya terlalu berlebih-lebihan, karena tindakan tersebut cenderung untuk menciptakan berita baik (good news) sebagai upaya menutupi berita-berita yang bersifat buruk (bad news).
Salah satu keberhasilan aktivitas kampanye PR dari kandidat muda (Capres AS), Barack Obama, 47 melalui pemanfaatan media on-line internet yaitu website-situs Jajaringan Sosial seperti melalui Facebook atau Blog-nya (
www.barackobama.com atau www.my.barakoma.dom) yang selalu meng–update sebagai media saluran komunikasi atau untuk tujuan berdialog dengan sedikitnya 300 ribu yang mengaksesnya atau konstituennya, dibandingkan dengan Capres AS, Hillary yang hanya memiliki teman sekitar 30 ribu saja. Dan hal ini, sekaligus bagi Obama mampu menciptakan populeritas tinggi, dan citra positif melalui slogan yang terkenal dengan tema kampanyenya; Change, We Believe In, Change we need, Yes We Can , termasuk para kelompok artis penyanyi AS menciptakan lagu khusus berjudul Yes We Can untuk mendukung Obama sebagai Presiden ke-44, serta didukung dengan tidak atribut kampanye yang kurang 400 produk media kampanyenya yang disebarluaskan mulai dari kaos T-shirt, topi, pin, jacket, cankir (mog), banner, spanduk, poster dan hingga sticker lain sebagainya. Termasuk menggelontorkan dana iklan politik sekitar US$ 75 juta (Rp. 825 milyar lebih dengan nilai Rp 11.000/US$).
Selain masa kampanye Capres lalu sering mengadakan kunjungannya pada Juli 2008, ke berbagai negara Uni Eropa, Jerman, Prancis dan hingga ke Israel dan negara Arab serta Irak yang disambut sangat antusias, hangat dan dielu-elukan oleh ribuan warga negara dan kepala negara setempat karena citra, daya pesona, pengaruh karisma dan populeritas sosok kandidat Obama bagaikan selebritis yang ‘mumpunisangat terkenal.
Fenomenal memang, pada awal tahun 2009, sosok Barrack Hussien Obama mulai dari kampanye politik Capres dari Partai Demokrat, dan mampu meraih kemenangan Pemilu-Pilpres hingga pelantikan menjadi Presiden AS ke-44 menimbulkan banyak istilah; Obamanomic, Obamamaniac, dan hingga Obamaphilia (kegilaan yang berlebihan terhadap pribadi Obama). Sangat luar biasa dan menjadikan euphoria bagi para pengagum Obama yang datang sekitar 4 juta lebih tamu atau pelancong yang memadatkan kota Washington hanya untuk menyaksikan langsung pelantikan Obama di Washington’s Convention Center, pada 20 Januari 2009, dan ditambah lagi saat yang sama miliaran pemirsa di saluran TV dari berbagai negara di planet Bumi ini ikutmelototipengambilan sumpah pelantikan Presiden AS ke-44 tersebut yang melebihi dari pertunjukan musical show terkenal manapun tanpa mampu menandingikeriuhan, danpopuleritas’ Obama keturunan Afro-Amerika (black American), bahkan termasuk sebelumnya Presiden AS selama dua ratus tahun lalu yang mampu menandingi daya tarik kharisma Obama sebagai The first US black President.
Tetapi jangan lupa, terdapat sisi dampak negatif lainnya bahwa nilai saham di berbagai pasar bursa di Wall-street dan termasuk dunia-imternasional justruanjlok tajam’, arti euphoria terhadap sosok Obama tidak mampu mengubah sentiment negatif investor atau spekulator saham yang berubah (change) menjadi positif. Artinya dunia bersiap-siap menghadapi tahapan krisis keuangan global jilid ke-dua (resesi) dan disamping itu adanya krisis kemanusiaan dari pihak sipil sebagai akibat korban perangkeberutalantentara Israel dengan para pejuang Palestina di jalur Gaza yang harus diselesaikan dialog secara damai oleh AS dan PBB serta Negara Arab lainnya.

Tingginya harapan terhadap Obama menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44 sebelumnya sempat membuat pasaroptimisatau sentiment positif untuk mengurangi dampak resesi ekonomi. Namum setelah dilantik dan program 100 hari kerja yang dicanangkan justru banyak mengalami kendala-kendala.
Bahkan rencana penyelamatan sektor financial yang diumumkan Menteri Keuangan AS, Timothy Geithener untuk men-stimulus ekonomi Amerka Serikat yang disetujui oleh Senat tersebut, tetapi ditanggapi 'skeptis' oleh investor yang justru memicu kembali gejolak di pasar finasial global ditanggapi secara negatif. Apalagi baru-baru ini di Amerika tengah dilanda resesi ekonomi akibat krisis keuangan global tersebut yang menyebabkan banyak pekerja terkena PHK masal atau sedikitnya 2-3 juta pekerja di PHK oleh beberapa perusahaan di AS.


2. Personal Contact, merupakan media kontak personal dari sosok penampilan karakteristik dan sikap kandidat yang dapat dikontrol dengan baik terhadap kesan-kesan publik sebagai khalayak pemilihnya secara positif. Kandidat harus memiliki kemampuan kontak personal atau berdialog secara langsung untuk penyampaian pesan-pesannya yang selaras atau harmonis dengan harapan, aspirasi atau keinginan dari target kelompok tertentu sebagai khalayak sasaran pemilih. Khususnya melalui kampanye road-show, door to door campaign, bakti sosial, forum dialog, kampanye terbuka atau temu muka langsung dengan para konstituenya. Termasuk menggunakan media jajaringan sosial on-line, Facebook, Blog dan Youtube bagi setiap Parpol atau kandidat atau Caleg (calon legislatif) sebagai upaya memburu suara sebanyak-banyak dengan Pemilu sistem suara terbanyak kini akan berdampak saling berkompetisi, saling menyikut dan hingga saling menyerang (negative campaign) antar Caleg satu Parpol atau dengan Parpol lainnya.

3. Political Advertising, melalui media komunikasi periklanan politik yang berkaitan dengan kekuatannya untuk menciptakan citra dan tebar pesona pribadi kandidat (candidat & performace image), maka setiap konten pesan, dan lambang atau simbol yang ditempatkan melalui saluran media komunikasi iklan politik pemasaran tersebut harus memiliki tema atau maksud yang konsisten, memiliki arti yang jelas, fokus dan secara terus menerus (repition) untuk menanamkan kesan-kesan merek (brand impressions) atau slogan tertentu ke dalam aspek psikologi atau kebenak khalayak sasaran secara tepat, mudah diingat dan efektif. Menurut Russel H, Colley (1961) menulis buku berjudul “DAGMAR” (Defining advertising Goals for Measured Advertising Result) bahwa efek iklan politik yang sama dengan efek iklan komersial lainnya yang mampu menciptakan;

  1. Efek Dramatisir, merupakan perekayasaan atau menimbulkan efek ‘wah’ terhadap produk atau program tertentu yang dikampanyekan melalui iklan komersial Parpol atau kandidat elite politisi di berbagai media massa.
  2. Efek Persuasif, melakukan bujukan agar masyarakat sebagai target sasaran untuk menggunakan atau memilih produk atau program tertentu melalui manfaat atau tema yang bernada ‘superlatif’ atau ‘superioritas’ untuk membujuk konstituennya ‘pilihlah saya dan saya yang terbaik’.
  3. Efek pengingat, merupakan iklan pengingat (reminder) agar masyarakat sebagai target sasaran tetap loyal dengan memanfaatkan beberapa peristiwa atau tema iklan yang terkait dengan acara perayaan keagamaan, nasional atau momen-momen tertentu.
  4. Efek Informasi, merupakan iklan komersial yang menginformasikan produk dan program serta keberadaan suara parpol atau kandidat presiden dan Caleg serta pejabat publik lainnya untuk berkampanye melalui atribut dan iklan lainnya kepada masyarakat.

Pemilu Indonesia yang berlangsung bulan April (Pilcaleg) dan Juli 2009 (Pilpres) berbagai cara untuk berkampanye melalui iklan politik (political advertising) dan berupaya menarik perhatian masyarakat agar mau memilih masing-masing kandidat Capres melalui tema kampanye politik, seperti PDIP dengan Program Sembako Murah, Peduli Wong Cilik, dan Partai Demokrat mengusung tema tentang Keberhasilan SBY-Partai Demokrat telah menurunkan tiga kali harga BBM. Keberhasilan SBY dan Pemerintah telah menurunkan BBM tersebut banyak yang mempersoalkan, “apa ya, prestasi tersebut dari keberhasilan program pemerintah SBY-JK yang telah menurunkan BBM sampai tiga kali”. Padahal banyak masyarakt tahu bahwa penurunan BBM tersebut terkait erat dengan anjloknya harga pasaran minyak dunia-internasional, bukan murni karena program keberhasilan pemerintah SBY-JK.
· Disamping itu Mbak Mega, Ketua Umum PDIP yang cukup ‘ceriwis’ mengkritisi pemerintahan SBY-JK yang dilontarkan baru-baru ini (27-29/01/09) ketika membuka resmi pada acara Rakernas PDIP di Surakata, menilai bahwa SBY gagal memenuhi janjinya dan “Faktanya, pemerintah menjadikan rakyat seperti permainan yoyo, dibikin naik-turun, dilempar ke sana-kemari yang membuat rakyat semakin tidak menentu hidupnya, “ ketus Mega. Sebelumnya hal yang sama mengkritik pemerintahan SBY melalui pernyataannya Mbak Mega yaitu seperti, “Bagaikan Tari poco-poco, satu langkah kedepan dan satu langkah kebelakang.” “Hanya melakukan tebar pesona”. “Hanya mampu berjanji setinggi gunung, tetapi kenyataannya hanya sebatas kaki bukit.”
Masalah biaya kampanye iklan politik sampai tahun 2008 telah mencapai Rp 2,2 triliun atau naik 66% dari tahun sebelumnya di tempatkan berbagai media massa (media place), angka yang cukup pantastis telah diglontorkan oleh pihak Parpol, Caleg, Cagub/Cawagub, Cakot/Cawakot dan hingga Capres/Cawapres peserta Pemilu 2009 tersebut hanya untuk sekedar mencari ‘populeritas dan tebar pesona atau citra’ kepada rakyatnya sebagai pemilih yang belum tentu berpengaruh secara signifikan, karena rakyat semakin cerdas dan kritis atau tidak terlalu percaya terhadap kampanye iklan-politik yang lebih banyak menebar ‘harapan-harapan’ dari pada ‘kenyataannya.’


Kiat untuk mendukung keberhasilan kandidat ingin tetap menang ketika berlaga di pada setiap kontes periode pemilihan Pilcaleg, Pilkada, Pilpres atau Pemilu, perlu meningkatkan citra diri dan kemampuan tebar pesona ke para konstituen atau khalayak pemilihnya untuk meningkatkan populeritasnya melalui beberapa atribut citra kandidat politik, yaitu antara lain kiat-kiatnya menurut Schweiger & Adami (1999) yang dikutip oleh Newman (1999:361), sebagai berikut dibawah ini:
(Dimensi) ATRIBUT CITRA KANDIDAT

1. (Atribut Positif)
a. Kejujuran
  • Penuh kejujuran, Integritas Pribadi dan Profesionalisme yang tinggi
  • Terpercaya dan ucapannya dan sikapnya dapat Dipegang
  • Transparansi, dan kejujuran yang dapat dihandalkan, memiliki Reputasi baik.
  • Memiliki pengalaman baik.
b. Kualitas
  • Pengetahuan & Wawasan luas
  • Latar berpendidikan tinggi
  • Cakap dan Berkemampuan
  • Konseptor & Perencana baik*Memiliki pengalaman baik

c.Akar Nasional

  • Referentasi negara yang baik dan mengetahui keperluan pembangunan bangsa dan negaranya
  • Bersifat Tradisional-Bangsanya
  • Ketertarikan akan kultur bangsanya, dan Cinta pada negerinya
  • Terasing dari bangsa dan negaranya.
d. Kekuatan
  • Memiliki kekuatan, keberanian pribadi yang tinggi sebagaiPemenang
  • Memiliki jajak karier yang jelas, Energik, Dinamis dan penuh Kesuksesan.
2. (Atribut Negatif)
a. Kecurangan

  • Pernah terjerat masalah 'skandal sex' dan masalah kasus hukum-pidana
  • Melakukan tindakan penggelapan dan penipuan dengan pihak lain
  • Pelangaran terhadap Perjanjian Kontrak dan kecurangan-2 lainnya.
b.Kualitas Lemah
  • Tidak memiliki pengetahuan baik tentang manajemen Pemerintahan dan Bisnis yang baik
  • Tidak berpendidikan tinggi secara formal
c. Akar Nasional Lemah
  • Teasing dari akar bangsa dan negaranya
  • Tidak mengetahui secara mendalam sejarah perjuangan dan idiologi negara atau bangsanya
d. Kelemahan-Personal
  • Lemah dan Penakut
  • Peragu tidak berani menghadapi Resiko/Tantangan serta tidak memiliki ketegasan
  • Tidak memiliki daya dukungan yang kuat dari berbagai pihak yang terkait & pendukungnya

Kandidat atau Parpol sebagai peserta Pemilu tentunya akan memiliki kemampuan untuk menciptakan sigmentasi, positioning dan targeting-nya dalam mencapai tujuan strategi pemasaran politiknya, menurut Baer (1995) seperti yang dikutip oleh Newman (1999:408), dengan menyarankan bahwa kandidat harus membentuk suatu strategi komunikasi yang secara total menampilkan pesan-pesan melalui isu, tema dan slogan melalui berbagai media siaran elektronik TV, Radio dan internet diharapkan mampu memelihara pesan-pesan yang momentum secara efektif terhadap target kelompok khusus di saluran media siaran khusus seperti website internet (situs blog atau facebook), yang sangat diperlukan dalam strategi komunikasi pihak kandidat atau politisi yang khususnya untuk mencapai target khalayak tertentu atau kelompok kecil yang berpengaruh ditataran baik pemilih yang bersifat mengambang atau pemula (floating voters or swing voters) maupun termasuk mencapai pemilih secara umum lainnya.
Menurut Newman (1999) bahwa strategi opsi kandidat tersebut, yaitu terlihat dengan jelas yang harus memiliki cara bagaimana kandidat dapat menentukan strategi posisinya, sigmentasi dan target yang hendak dicapainya melalui kemampuan berkomunikasi dengan pihak khalayak pemilihnya (voter), yaitu posisi kandidat tertentu terdapat apakah itu benar atau salah, dengan penilaian yang sama bisa benar dan juga salah atau alasan yang sama, yang terdapat dalam empat kategori opsi strategi kandidat, yaitu penjelasannya sebagai berikut (lihat gambaran dibawah: Strategi Opsi Kandidat):

1. Reinfocement strategy, artinya strategi memperkuat kembali kandidat yang dipergunakan untuk mendorong pemilih dalam menentukan pilihan kandidat pada posisi yang benar dan dengan alasan yang benar. Kesungguhan dari suatu strategi untuk memperkuat pilihan dari pihak pemilih melalui komunikasi penyampaian pesan-pesan dengan pertimbangan alasan yang benar atau tepat dalam kegiatan kampanye secara positif. Strategi memperkuat kembali (reniforcement) ini pernah dipergunakan secara cerdik dan efektif sebagai target kandidat presiden Bill Clinton meraih posisi meraih kemenangan dalam kampanye politik Pemilu (1993), dan target kemenangannya dalam Pemilu AS tahap berikutnya (1996).

2. Rationalization strategy, merupakan strategi rasionalisasi yang dipergunakan untuk mendorong pemilih dalam menentukan pilihan kandidat yang benar dengan alasan pilihan yang salah, maka dengan demikian strategi komunikasi yang dibutuhkan harus lebih hati-hati untuk menentukan sigmentasi pemilihan menurut atau alternatif dengan sikap pemilih (voter attitudes), dan harus berkaitan juga dengan titik pertemuan dari sikap kandidat lainnya. Strategi rasional ini dipergunakan adalah strategi alasan yang berbeda antara kandidat Barack Obama (Demokrat) ketika melawan kandidat John McCain (Republik) mengenai isu kampanye penarikan pasukan AS di Irak, Obama mengangkat isu penarikan secara bertahap pasukan AS di Irak, sebaliknya McCain tetap ingin mempertahankan pasukan AS yang sama atau meneruskan kebijakan George Bush.

3. Inducement strategy,
merupakan strategi mendorong atau untuk membujuk pemilih menetapkan pilihan kandidat yang salah, dan tetapi dengan alasan yang benar. Artinya, strategi pihak kandidat berupaya membujuk melalui suatu penjelasan mengenai alasan yang benar terhadap nilai-nilai konsistensi perjuangannya yang ditampilkan oleh kandidat atau parpolnya. Strategi membujuk ini pernah dipakai secara sukses tahun 1997 oleh Kandidat Tony Blair dan Partai Buruhnya, Inggris ketika melawan incumbent Margaret Thatcher (Partai Konservatif).

4. Confrontation strategy, merupakan bentuk strategi konfrontasi, yaitu dimana posisi pemilihan kandidat yang salah dan dengan alasan-pun yang juga selalu salah.

Sesungguhnya pemilih menetapkan pilihan yang serba salah terhadap kandidat atau parpolnya, merupakan hal yang sama dengan memilih ‘kucing dalam karung’ atau pemilihan akan jatuh pada kandidat atau parpol yang lain lebih baik (best of a bad bunch). Model strategi konfrontasi ini lebih cocok dipergunakan dalam kampanye negatif atau membandingkan (negative or comparative campaign), pernah dipergunakan oleh kandidat presiden AS, John McCain (2008) menyerang lawan politiknya dengan mengangkat isu kandidat Presiden AS Barack Obama hanya mampu tebar pesona bagaikan selebritis, belum berpangalaman, tidak patriotisme dan hingga perbedaan warna kulit atau isu rasial. Termasuk kampanye menjelang Pemilu Indonesia (2009), sudah mulai memanas dan strategi konfrontasi ini dipergunakan oleh kandidat Presiden Wiranto dari Partai Hanura melancarkan negative campaign melalui kasus tema iklan politik yang dipasang di media surat kabar nasional dengan tema mempertanyakan pemerintah SBY tentang opsi kenaikan BBM di perengahan tahun 2008 lalu.
Termasuk wacana Capres atau kandidat presiden harus dari kalangan muda dan independen yang berusia kurang dari 50 tahun yang menginginkan suatu ‘perubahan’ (change), namum bagi pihak yang sudah mapan (incumbent) diatas usia 50-60 harus ‘menyingkir’, sebagai pemimpin tokoh tua tetap tidak setuju dan ingin siap tampil berlaga sebagai presiden RI - No.1 di Pemilu selanjutnya pada periode 2009-2013, dengan berbagai program maupun tema pembagunan yang diusung untuk menarik perhatian konstituen-nya. (Lihat Gambaran Strategi Kandidat) di bawah ini:



-------- to continued -------

DAFTAR PUSTAKA

Blythe, Jim. 2003. Essentials of Marketing Communications (Second edition). London, England: Prentice Hall, an imprint of Pearson Education
Brannan, Tom. 2004. Integrated Marketing Communication. Memadukan upaya Public Relations, Iklan, dan Promosi membangun identitas merek. ( terjemahan oleh Slamet). Jakarta: Penerbit PPM.
Duncan, Tom. 2002. IMC: Using Advertising & Promotion to Build Brands. New York: Published by Mcgraw-Hill Companies, Inc.
Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising & IMC. New York. Published by McGraw Hill Companies, Inc.
Fill, Chris. 2002. Marketing Communication. Contexts, Strategies and Application.
Edinburgh Gate, Harlow: Pearson Education Ltd.
Harris, Thomas L. 1991. The Marketer’s Guide Public Relations. How Today’s Top
Companies are Using the New PR to Gain a Competitive Edge. New York: John Wiley & Sons Inc.
Harris, Thomas L. 1998. Value Added Public Relations. The secret weapon of integrated Marketing. USA: Published by NTC Business Books.
Kotler, Philip. 2000. Marketing Management (The Mellenium Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River.
Newman, Bruce I. 1999. Handbook of Political Marketing. USA,California: Sage Publication
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT Gramedia.
P. Seitel, Fraser. 2004. The Practice of Public Relations (Ninth edition). New Jersey: By Pearson Education, Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River.
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi, Aspek tambahan, Komunikasi Pemasaran Terpadu. (Jilid I, Edisi ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga


0 comments

Posting Komentar