Aspek haram, Etika dan Pidana Facebooker

Kamis, 20 Agustus 2009



(Sindiran Facebook yang Diharamkan Para Ulama Jawa Timur)


Aspek Etika, Haram dan Pidana di FACEBOOKER & BLOGGER

Kampanye Politik Negatif
Kampanye politik yang saling menyerang secara negatif atau kampanye hitam (black campaign or negative campaign) antar sesama Capres/Cawapres (calon Presiden dan Calon Capres), Caleg (calon legislatif) dan Parpolnya (partai politik ) dari panggung kampanye terbuka telah usai, kini diramaikan perang ‘saling hujat menghujat’ beralih ke situs media jejaringan sosial Facebook (FB), yang ‘mempostingnya’ belum diketahui sumber dari orang Indonesia yang berada diluar negeri yang luput dijangkau oleh aparat hukum pidana (cybercrime unit). Kampanye hitam politik melalui FB tersebut semakin liar yang sulit dibendung atau memang tidak mampu dicegah oleh penegak hukum melalui media on line internet, yang terkesan sangat bebas dan terbuka tanpa batas (borderless), sekaligus dapat diakses dengan mudah oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun yang isinya hanyalah ‘sampah,’ mencaci maki, senaknya menghina, menghasut, mencemarkan nama baik serta menyerang hingga melecehkan sebagai ‘objek lelucon yang tidak lucu’, tidak etis demi menyebarluaskan kebencian terhadap pihak lain secara tidak bertanggung jawab.
Terkena dampak kampanye hitam di FB yang sengaja menyerang beberapa tokoh menjadi objek sasarannya, yaitu Calon Presiden (Capres), seperti misalkan bertemakan; Say “No!!!” to Mega, yang dimaksud adalah Megawati Soekarnoputri yang sekaligus sebagai Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Seperti halnya yang sama menghujat Mbak Mega, maka Prabowo yang tidak terlepas oleh penerbit FB tersebut melakukan black campaign, bertema SAY NO to Prabowo, dengan sengaja membuka rekam jejak (track record) masa lalu tentang sosok Capres Prabowo Subianto mantan Danjen Kopassus tersebut yang diduga pernah menjadi dalang aksi penculikan sejumlah aktivitis di era pemerintahan orde baru, dan termasuk menyamakannya sebagai Soeharto jilid ke-2 yang menggambarkan foto profilnya yang diunggah dengan belakang gambar Soeharto.

Web-Blogger Simpatisan Teroris
Hal lain, Laman atau Web-Blogger yang diposting dari luar negeri atau dikelola Bushro (Tanpa identitas jelas) sebagai simpatisan ‘teroris’ Noordin M. Top yang beralamat: hhtp://www.mediaislam-bushro.blogspot.com/, yang telah menyampaikan pesan bertanggung jawab atas pengeboman bunuh diri dua hotel di kawasan Mega Kuningan (pada 17/7/09) dengan sejumlah korban jiwa tewas dan yang terluka sebagai akibat perbuatan 'jihad sesat atau jahat' yang tidak sesuai dengan ajaran islam yang justru cinta perdamaian dan prinsip "Rachmatan lil Alamin". Anehnya, banyak pengikut atau komentar yang mengakses sekitar 2780 lebih yang sebagian besar tidak mendukung dan bahkan memaki habis-2an tentang tindakan pengeboman bunuh diri yang salah kaprah melakukan ideologisme berbentuk ‘jihad jahat’ yang berlabelkan ajaran agama Islam secara sesat tersebut. Termasuk situs internet pendukung lainnya yang kini banyak bemunculan untuk mendukung gerakan jihad jahat yang mengusung ideologi “teroris” di Indonesia.

Facebook diharamkan Ulama Jawa Timur
Termasuk pihak Forum Bahtsul Masail (BMP), Putri XI Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada pertengahan Mei 09, yang mengeluarkan fatwa untuk mengharamkan penggunaan media jejaringan sosial (3G, Friendster dan hingga Facebook) jika dipergunakan untuk tujuan mengubarkan "nafsu syahwat", ujar jubir Forum BMP, Nabil Haroen (Tempo, 25/05/09). Persoalan fatwa haram yang diterbitkan tersebut selalu tidak efektif, dari pengalaman MUI, sebelumnya pernah mengeluarkan fatwa haram untuk menonton Infotainment di saluran TV komersial dan 'pelarangan merokok', termasuk yang baru-baru ini MUI mengeluarkan fatwa tindakan teroris itu haram hukumnya, sayangnya fatwa MUI tersebut tetap selalu tidak digubris oleh masyarakat, khususnya umat muslimnya.

Facebook Dimanfaatkan Paus Benediktus
Sebaliknya,sejumlah kaum ulama di tanah air 'heboh' yang mengharamkan umat muslim menggunakan media on-line Facebook tersebut. Justru kini tokoh Pemimpin Takhta Suci Vatikan, Paus Benediktus XVI memanfaatkan media jejaringan sosial Facebook dan iPhone yang merupakan langkah baru untuk penyebaran pesan-pesan agama dari gereja melalui media komunikasi internet secara efektif, cepat dan komunikatif kepada umatnya di seluruh dunia. Benediktus, justru "mengingatkan wanti-wanti bahwa media jejaring sosial tersebut dapat membuat seseorang menjadi obsesif dan terasing."

Etika Pengguna Media Facebooker dan Blogger
Memang, cukup menyenangkan bagi sedikitnya 35 juta pengguna internet, dan khususnya sekitar 6,5 juta komunitas atau nitizen yang menggunakan media jejaring sosial (facebook, twitter, mayspace dan blogger sebagainya) untuk menjalin ‘pertemanan’, dan disamping itu pihak pengguna (user) harus memperhatikan code of conduct (kode prilaku) yang terkait dengan etika dan normatif atau yang disebut sebagai self impose ethics (etika kesadaran pribadi) dan secara normatif untuk mengurangi resiko atau terjadinya pelanggaran dalam berkomunikasi penyampaian pesan tertulis, gambar dan hingga video melalui media on-line facebook, Mayspace, Youtube dan blogger sebagainya yaitu etika sebagai pengguna (akses) media jejaring sosial tersebut, dengan tips-tipsnya sebagai berikut:
  1. Kenali dahulu perbedaan istilah Share (bergabung) Wall (dinding), Comment (komentar) lebih bersifat umum dan terbuka, sedangkan Message (pesan) lebih ditujukan bersifat pribadi ketika menggunakan media on-line facebook.
  2. Selalu memposting, Anda sebagai pemilik akun atau nara sumber pengguna media on-line tersebut, seperti nama yang benar, pendidikan, agama, tentang hobi atau minat, status pribadi, tgl. kelahiran dan hingga alamat e-mail (jika diperlukan). Tetapi tidak terlalu mengubar informasi data tentang pribadi secara berlebihan, misalnya seperti tidak perlu mencantumkan no. mobile telephone (HP) atau telepon rumah pribadi (kecuali anda sebagai profesi PR, penggiat promosi atau pemasaran), hingga tahun kelahiran, No. PIN ATM, posisi Anda dikantor, nama atasan dan hingga kegiatan produksi kreatif perusahaan dan sebagainya yang memang perlu dirahasiakan.
  3. Penggunakan kata-2 atau kalimat tertulis dan hingga mengunggah gambar-gambar yang selalu tetap dalam koridor aspek-aspek etika moral, etis, kesopanan, santun, tidak melanggar kesusilaan (pornogafi dan pornoaksi) dan saling menghargai pihak lainnya untuk mengajak berkomunikasi sebagai ajang membangun pertemanan secara positive thinking, beritikad baik dan kejujuran.
  4. Tidak dalam upaya untuk melecehkan atau merendahkan nilai-nilai tata krama sosial kemasyarakatan, kebudayaan, agama, etnik/suku, dan hingga berkaitan dengan hasil karya-kreatif yang ‘dikemplang’, prestasi, pigur atau ciri khas sosok tubuh, jabatan, profesi, nama baik dan hingga martabat seseorang sebagainya sebagai objek lelucon yang tidak lucu.
  5. Tidak melakukan sesuatu kegiatan melalui gambar-2 atau tulisan berupa ancaman, menyerang dan hingga memprovokasi serta penyebarluasan sesuatu bentuk penipuan atau kebohongan (informasi, pesan dan berita) kepada pihak pengguna lainnya secara tidak bertanggung jawab.
  6. Secara langsung Anda tidak mudah terbujuk mengenai suatu ajakan atau undangan dari pihak yang tidak dikenal, misalnya memperoleh friend request yang tidak langsung di-approve dan terlebih dahulu ''check dan recheck" untuk terhindar dari bentuk jebakan penipuan.
  7. Ketika melakukan komunikasi kampanye untuk membujuk atau ingin menggalang opini publik dari komunitas melaui blogger atau facebooker lainnya, misal bertema ajakan SAY TO Yes…. or SAY to No…. yang dapat berdampak positif atau negatif, karena konsekuensinya terhadap domain pelanggaran etika, normatif dan hingga tindakan hukum pidana (KHUP atau Cybercrime) yang bermaksud untuk suatu tindakan bermufakat bersama-sama mengajak orang lain berbuat sesuatu kejahatan atau berniat menyerang pihak lain tanpa hak.
Delik Pidana On-line Facebook
Menjadi pertanyaan, kasus tersebut sebetulnya dalam hukum komunikasi (KUH-Pidana) yaitu telah diatur pada pasal-pasal mengenai delik pidana tentang penghinaan dan pencemaran nama baik seseorang, yaitu terdiri pasal 310 ayat (1) dan ayat (2), pasal 311 ayat (1), pasal 316 dan 207 dalam KUH Pidana. Maka pasal-pasal tersebut masih tetap dipertahankan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) dan sebelumnya telah menolak (Koran Tempo, 16/8/2008) atas permohonan uji materi (judicial review) yang diajukan oleh mantan dua wartawan senior, Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis yang telah divonis bersalah oleh pengadilan negeri di Sleman dan Depok yang mengganggap bahwa pasal-pasal penghinaan tersebut bertentangan dengan konsitusi. Namun pihak MK beralasan lain untuk tetap mempertahankan pasal-pasal tersebut demi pelindungan umum (general prevention) terhadap nama baik, reputasi, martabat dan kehormatan seseorang atau kelembagaan yang harus dilindungi hukum oleh KUH Pidana dan sekaligus tidak bertentangan dengan konstitusi UU 1945.Dalam UU Pemilu N0. 10/2008 yang sebetulnya secara material pasal-pasalnya menyangkut ketentuan delik pidana penghinaan, menghasut dan hingga pencemaraan nama calon atau peserta Pemilu, termasuk menyerang agama, suku dan ras yang terdapat pada Pasal 84, ayat (c) dan (d), juncto 270 akan dikenakan sanksi hukuman minimal 6 bulan hingga 24 bulan serta dikenakan denda sebesar Rp 6 juta dan hingga maksimal 24 juta.

UU Cybercrime (UU-ITE)
Sanksi pidana yang sama terhadap kasus pelanggaran penghinaan pada pasal 27 ayat (3) dalam UU-ITE (Informasi Transaksi Elektronik) atau dikenal dengan istilah cybercrime yang telah disahkan pada awal tahun 2008. Terdapat adanya pasal-pasal yang lainnya berkaitan dengan pelanggaran penghinaan, pencemaran dan hingga unsur pemerasan atau ancaman dalam UU cybercrime tersebut, yang selain dikenakan sanksi hukuman penjara dan didenda sebesar Rp 1 miliar. Cukup berisiko bagi pihak yang tidak bertanggung jawab meng-up load menggunakan media e-Paper yang on line, Facebook, MySpace, Bolgger, YouTube, Friendster dan sebagainya di jalur media dunia maya. Artinya, bakal terkena pasal delik pidana pencemaran atau penghinaan yang konsekuensinya dapat dikategorikan dalam delik pidana aduan melalui media on-line nya yaitu UU ITE atau disebut cybercrime.Salah satu kejadian yang faktual akhir tahun lalu, sebagai korban dari penerapan pasal cybercrime (UU No.11/2008) tentang ITE-Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu tersangka Eric Jazier, broker di PT Bahana Securities dan sekaligus pelaku penyebar rumor atau berita bohong melalui e-mail (surat elektroniknya) ke beberapa kliennya telah ditangkap pihak berwajib mengenai adanya isu lima bank swasta tengah mengalami krisis yang kesulitan likuiditas dan kegagalan dalam penyelesaian transaksi antar bank, setelah isu terjadi kalah kliring atas Bank Century tersebut (Kompas, 17/XI/08 ). Pelanggaran tersebut sesuai dengan pasal 27 ayat 3, dan 28 ayat 1, tentang penyebaran berita bohong kepada khalayak yang dapat merugikan pihak lain melalui tindakan cybercrime tersebut dengan ancaman 6 tahun penjara atau denda maksimal Rp 1 miliar. Termasuk kasus keluhan atas pelayanan RS yang muncul di miling list milik Prita Mulyasari yang dianggap mencemarkan nama baik RS Omni Internasional, Tangerang, yang kasus pencemaran tersebut kini sedang diproses ke tingkat pengadilan tinggi Tangerang atau kemungkinan akan berujung damai bagi kedua belah pihak yang tengah bertikai?. Kita tunggu perkembangan tentang kasus heboh mailing-list tersebut di kemudian hari.

Penghinaan Terhadap Pejabat Negara
Termasuk, kasus pelanggaran penghinaan pers terhadap Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dapat dihukum, tetapi pelanggaran penghinaan, fitnah dan hingga mencemarkan nama baik sebagai ‘seseorang pribadi,’ tokoh, eksekutif swasta, artis/selebritis, dan hingga pejabat pemerintah maupun pihak-pihak lainnya perlu dilindungi hukum (general prevention), maka pihak yang melanggar akan terkena pasal sanksi hukuman penjara atau denda cukup berat. Menjadi pertanyaan melalui Perundang-undangan yang ada tersebut diatas, mampukan pihak aparat hukum untuk menjerat pihak-pihak sebagai pengikut dan pembuat/pemilik (prinsip dader atau midader) akun FB dilakukan di dalam maupun luar negeri yang bertajuk kampanye politik negatif tersebut harus secara tegas ditindak dan sebagai upaya preventif yang sesuai hukum komunikasi yang berlaku di Indonesia ?. Sifat hukum komunikasi tersebut bersifat delik aduan dan kepada siapa yang akan digugat (dipidanakan)?.Kita masih bisa bersyukur pihak MK yang cukup ‘aspiratif’, yaitu sebelumnya telah menghapus atau mencabut pasal-pasal penyebar kebencian (hatzaai artikelen), yaitu pasal 154 dan 155 di dalam KUH Pidana, karena dianggap sangat bertentangan dengan UUD 1945, tetapi pihak pemerintah masih tetap membutuhkan aturan hukum mengenai pencegahan penghinaan umum (general prevention) terhadap kehormatan institusi dan simbol-simbol kenegaraan. Paling tidak rumusan UU atau peraturan tersebut tengah dicari dan terperinci agar penggunaannya berdasarkan delik material yang tidak menimbulkan multitafsir secara sembarangan oleh aparat penegak hukum dengan berbagai alasan untuk menjerat pihak yang berseberangan pendapat dengan pejabat pemerintah, misalnya melalui rancangan UU Keamanan Negara, UU Intelijen dan UU Keterbukaan Informasi lain sebagainya.

Aspek Hukum Komunikasi Negara Barat
Ada beberapa pemerintah, yaitu seperti Republik Iran, Malaysia dan RR-China melakukan 'kebijakan penyensoran' atau melakukan ‘pemblokiran secara total’ akun media jejaring sosial dari milik oposisi agar tidak dapat atau mudah untuk diakses oleh pihak para pendukungnya.
Sebaliknya, secara yuridis di negara-negara maju AS dan Uni Eropa yang bercirikan negara dengan menganut sistem free press (pers bebas) sebagai upaya menjunjung tinggi kebebasan dan demokrasi, seperti di Amerika Serikat hingga kini media-pers menganut mahzab social responsibility, bahkan masih tetap mempertahankan demi perlindungan umum melalui pasal-pasal pelanggaran terhadap tindakan pidana (delik pers) atas perbuatan yang tidak menyenangkan, melalukan penghinaan, pelecehan dan hingga pencemaran nama baik seseorang, dan simbol-simbol tertentu. Yaitu melalui aspek-aspek hukum komunikasi massa (The law of Mass Communication) yang dianut ole hukum Anglo Saxon System, yang terkait dengan delik pidana pers, dan sama halnya dengan Indonesia yang menganut hukum Continental Eropa, yaitu pada dasarnya berbentuk: per-1). Libel (written defamation), atau dikenal dengan “slip of the pens”, yaitu menyangkut kasus terkait dengan pelanggaran perbuatan penghinaan (insult), fitnah, pelecehan, kebohongan, penyesatan melalui publikasi, pemberitaan dan hingga informasi bersifat negatif, termasuk penyebarluasan pornografi dalam bentuk tulisan atau melalui pemberitaan negatif di media massa cetak (druk pers misdriven) melalui media massa dan internet. Sedangkan yang ke- 2). Slander (oral defamation), atau disebut dengan “slip of the tongue”, yaitu suatu kasus perbuatan pelanggaran pidana berbentuk fitnah, pelecehan, penghinaan, mencaci maki, melakukan kebohongan, penyesatan, mengeluarkan pernyataan, ucapan, pidato, ceramah dan diskusi menyerang pihak lainnya dihadapan muka umum atau didengar oleh orang banyak melalui media tatap muka atau media lisan.Khususnya, sanksi hukuman atas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui konsep libel (written defamation) yang merupakan ‘delik aduan’ melalui media tulisan atau tercetak, menurut Thayer, Frank dalam bukunya, Legal Control of The Press (1956), yaitu terbagi tiga kategori umum bentuk libel or written defamation tersebut, antara lain sebagai berikut:
pertama Civil Libel, yaitu penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang bersifat perdata, melalui media tercetak/tertulis, atau media tatap muka, misalnya menggunakan simbol-simbol, tanda-tanda tertentu, kartun, gambar atau media reprentasi lainnya yang dapat melukai hak-hak privatisasi, dan hingga melecehkan reputasi atau nama baik seseorang atau kelompok lainnya.
kedua Trade Libel, penghinaan, pelecehan atau pencemaran terhadap hak milik seseorang atau dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi atau usaha lainnya, termasuk pemalsuan terhadap merek dagang, logo perusahaan atau nama produk tertentu demi keuntungan sepihak tanpa bertanggung jawab, kemudian tertakhir, yaitu
Ketiga Criminal Libel, merupakan penghinaan bersifat delik pidana atau kriminal, seperti melakukan hasutan, pencabulan (pornografi), menyebarkan kabar bohong dan hingga pelecehan terhadap nilai-nilai kesucian keagamaan (blasphemy atau goldstering) atau penistaan terhadap nilai-nilai suku/etnik, dan menghina moral adat istiadat tertentu yang dapat mengganggu ketertiban umum.
------- ***** -------

Strategi Pengembangan Bank Syariah Mendatang

Minggu, 02 Agustus 2009

Strategi Pengembangan Perbankan Syariah Masa Depan

Oleh, Rosady Ruslan

Latar Belakang
Terdapat dua pendapat yang saling berbeda dalam masyarakat mengenai eksistensi dan prospek perbankan nasional, khususnya perbankan syariah di masa yang datang. Pihak pertama, mengatakan tidak bertentangan dengan syariat (ajaran) Islam, dan kedua, mengatakan haram hukumnya, karena pemberian bunga bank adalah sama dengan riba nasi’ah. Hal ini terlihat, dari hasil jajak pendapat terhadap 479 responden yang dilaksanakan majalah Info Bank (edisi April 1990 : 8-10), yang menyimpulkan bahwa dua pertiga dari responden menyatakan tidak setuju mengenai bunga bank, yaitu tercatat 31,7 %, dan sedangkan yang setuju 34,3%, kurang setuju 25,9%, serta sangat tidak setuju 8,1%.
Analisis hasil latar belakang dari jajak pendapat tersebut hingga kini masih relevan dengan kontroversi (pertentangan) antara setuju dan tidak setuju mengenai bunga perbankan (banking interest) di kalangan umat Islam. Artinya, fakta menunjukkan masih banyak masyarakat mengharapkan hadirnya suatu model pengelolaan ‘bank syariah’ yang lebih dekat dengan strategi pengelolaan dan operasional perbankan yang mengacu nilai-nilai syariat Islam.
Kegiatan perbankan merupakan usaha yang dianggap moderen di kalangan masyarakat, tetapi kebutuhan jasa dan layanan perbankan terus meningkat sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan dan sosial ekonomi yang kompleks, baik pada lapisan bawah maupun lapisan atas, karena peranan layanan perbankan sebagai mitra usaha dan penunjang faktor finansial yang utama bagi para nasabahnya. Pada awal berdirinya bank syariah, khususnya organisasi keagamaan, seperti NU dan Muhammadyah merupakan inisiator dan sekaligus motivator untuk membangun dan berdirinya bank nasional dengan model syariah (profit sharing) yang sesuai dengan ajaran agama Islam, dengan memperhitungkan potensi dukungan untuk menciptakan sistem perbankan syariah, yaitu pertama adalah alasan kondisi objektif masyarakat (umat) Islam adalah yang terbesar baik secara nasional, bahkan ukuran internasional. Alasan yang Ke-dua, sebagai upaya pelayanan perbankan yang sesuai dengan syariat Islam dan untuk mengantisipasi akan kebutuhan masayarakat mendatang yang memerlukan konsep bank syariah, baik dikelola oleh lembaga bank pemerintah maupun bank swasta nasional untuk mewujudkan cita-cita, etika bisnis dan peraturan perbankan sesuai dengan syariah Islam.

Cikal Bakal Bank Syariah
Cikal bakal dalam pembentukan bank syariah, berawal dari ide dan gagasan para ulama untuk mendirikan perbankan Islam, yaitu pada 18-20 Agustus 1990, melalui penyelenggaraan suatu Lokakarya bertemakan “Bunga Bank dan Perbankan Syariah” yang dihadiri sekitar 170 peserta, terdiri dari para ulama, bankier, dan cedekiawan muslim untuk sharing pendapat dalam berdiskusi pembentukan lembaga keuangan (konsep perbankan syariah) dengan alternatif bank tanpa bunga, dan kemudian dimantapkan melalui Musyawarah Nasional IV, Majelis Ulama Indonesia, pada tahun yang sama untuk mengamanahkan proses pendirian konsep Bank Syariat Islam, dan setahun kemudian berdiri perbankan Islam, bernama Bank Mualat Indonesia (BMI), dan lalu muncul Bank Syariah Mandiri (BSM), kemudian diikuti pendirian melalui konversi bank-bank umum dengan membuka kantor cabang bank syariah yang berdasarkan pada kekuatan struktur modal dimiliki, manajemen pelaksanaan operasional yang profesional, mengacu pada nilai-nilai dan landasan moral Islam, dengan memperhatikan tingkat kesehatan dan prinsip-prinsip kehati-hatian, dan terpercaya dalam bisnis perbankan.
Seperti dilakukan oleh Bank Mualat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, bahwa sumber dana secara tradisional diperoleh melalui modal dan simpanan (Al-wadi’ah) pihak ketiga, selain itu berasal dari ZIS (zakat, infak dan sadaqah) yang merupakan kewajiban pokok bagi umat Islam untuk dikelola atau disalurkan secara tepat dan benar yang bekerjasama dengan Bazis (Badan Amil - ZIS). Termasuk jasa layanan bank syariah dapat menawarkan bagi hasil (profit sharing) melalui fasilitas pembiayaan Mudharabah (kredit Qiradh) untuk keperluan investasi atau modal kerja, kredit pemilikan barang (Bithaman), pinjaman lunak bagi usaha kecil (Al-Qardhul Hasan) dan penyertaan modal usaha (Musyarakah) untuk pembiyaan suatu proyek usaha, dan modal ventura.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik dan landasan dasar syariat Islam dalam melaksanakan teknis atau operasional secara syariah yang prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka bank Islam berfungsi sebagai mudharib (pengelola dana), atau mitra usaha terhadap nasabahnya, baik dengan penabung sebagai shahibul maal (penyandang dana) maupun pihak pengusaha sebagai peminjam dana (mudharib). Antara bank dan nasabahnya diadakan akad mudharabah, yang berisikan perjanjian pembagian keuntungan (profit sharing) dan pertanggungan resiko kerugian antar masing-masing pihak yang terkait.

Kendala Operasional Konsep Bank Syariah
Terdapat perbedaan karaketeristik produk jasa perbankan konvensional dengan bank syariah yang lebih menekankan moral force, bagi hasil (profit sharing) secara dinamis, dan progresif, maka penempatan dana pihak ketiga tersebut yang dapat memberikan keuntungan finansial secara kompetitif serta ‘halal hukumnya,’ yaitu model syariah untuk menghindarkan pemberian bunga bank (riba) yang dilarang keras oleh syariat Islam, berdasarkan pedoman dari kitab suci Al-Quran dan Hadis Rasullah serta Ijma para ulama.
Sebagian besar masyarakat belum memanfaatkan sistem perbankan, konsep dan prinsip-prinsip syariah (bagi hasil) secara optimal, dan pengetahuan tentang dasar-dasar sistem ekonomi model Syariat Islam yang melarang mempraktikkan ‘riba’ atau akumulasi harta kekayaan yang berorientasi keuntungan yang sering dilaksanakan tidak adil (unfair business), sehingga para nasabah hanya dikuantifikasi melalui pematokan perolehan bunga bank diformat secara statis dan sepihak.
Sedangkan kendala lainnya, secara ekonomis, efektivitas dan efisiensi seperti adanya jaringan antara kantor–kantor pelayanan jasa bank syariah belum begitu luas untuk menjangkau masyarakat di berbagai daerah, khususnya daerah kantung-kantung terdapat banyaknya lembaga pendidikan pondok pesantren, majelis tak’lim/pengajian dan perguruan tinggi (universitas) Islam serta usaha kerakyatan berbasis pengelolaan secara syariah Islam.
Termasuk hal lainnya, aspek operasional dan personel sebagai faktor penunjang dalam aktivitas bank syariah masih kurang, sehingga menghambat perkembangan kerja sama antarbank syariah dan belum mantapnya penempatan dana antarbank untuk mengatasi masalah likuiditas perbankan syariah. Termasuk kurangnya segi kemampuan dari sumber daya manusia (SDM) yang memiliki ‘Syariah Banking functional and operational Skill,’ yakni sebagai tenaga profesional yang terdidik dan berpengalaman bidang jasa layanan perbankan dengan prinsip-prinsip dan implementasi konsep syariah.
Memperhatikan pada ‘level mikro’ pengembangan sumber daya manusia (SDM) akan ditentukan oleh kemampuan manajerial skill dan manajerial teknis, baik secara kuantitas maupun kualitas keterampilan dalam strategis pengelolaan bisnis perbankan secara baik (good corporate government) dalam sistem syariah perlu dipersiapkan dan direncanakan secara dini melalui pelatihan dan pendidikan yang bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk menciptakan tenaga terampil dan professional dalam menghadapi tantangan dimasa yang akan datang, dan pada akhirnya diharapkan akan mampu berkompetisi, memberikan layanan nasabah, memasarkan produk jasa bank syariah secara lebih luas di masyarakat.
Menurut Antonio, M. Syafi’i dalam bukunya Bank Syariah, dari Teori ke Praktik (2001:225), yaitu ketentuan peraturan perbankan yang berlaku sekarang ini belum sepenuhnya mengakomodasi oprerasional konsep bank syariah, yaitu tentang berbagai kendala yang dihadapi dan sehingga belum memberikan gerak pertumbuhan (growth) yang optimal terhadap model perbankan syariah, yaitu adanya kendala-kendala, sebagai berikut:
  • Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas perbankan syariah belum terwujud.
  • Belum terdapat suatu instrument moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip bagi hasil untuk keperluan operasional perbankan syariah.
  • Standarisasi akutansi, audit, dan pelapor belum dibakukan
  • Belum adanya ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dan kepercayaan pada sistem perbankan dengan model syariah (bagi hasil atau profit sharing).
Ketentuan tersebut diatas diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan bank syariah di masa mendatang pada era pasar bebas, terbuka dan bekompetisi secara sehat serta terpercaya, dengan komponen utama dalam sistem moneter yang dapat memberikan kemudahan untuk menjalankan, baik secara fungsi dan operasional, maupun perangkat peraturan perundang-undangan perbankan nasional yang baru untuk mendukung perkembangan perbankan syariah, serta mampu berkompetisi dengan bank-bank konvensional lainnya.

Strategi Penerapan TRAF
Pengelolaan dan operasional usaha bank syariah yang baik dan terpercaya melalui strategi dan penerapan prinsip-prinsip model “TRAF”, yaitu singkatan dari:
  • Transfarancy (kinerja dan kerterbukaan dalam manajemen dan operasional perbankan syariah), • Responsibility (pertanggungan jawaban dalam etika, peraturan hukum yang berlaku, serta pengelolaan dana, operasional teknis dan professional dalam layanan jasa perbankan),
  • Accountability (akuntabilitas, yaitu terciptanya sistem pengawasan dan prinsip-prinsip kehati-hatian yang efektif) dan,
  • Fairness (kejujuran, kepercayaan dan keadilan dalam pembagian hasil keuntungan, menjalankan usaha serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak para nasabah).
Kemudian, selain itu perlu didukung dengan strategi pengelolaan perusahaan baik melalui prinsip-prinsip Good Corporate Government tersebut, dengan mengacu pada Commitment (komitmen penuh, pihak manajemen dan pengelola untuk meningkatkan kinerja pelayananan, nilai usaha dan mampu mengurangi tingkat resiko perusahaan), Morality (moralitas, dari seluruh manajemen organisasi dan individu dalam perusahaan yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai etika, moral, tanggung jawab dan kejujuran menurut pedoman Syariat Islam), dan Reliability (keterandalan, pihak manejemen, dan pihak pengelola tersebut memiliki kompetensi dan profesional yang yang handal serta terpercaya).

Strategi Pengembangan Bank Syariah Mendatang
Strategi pengembangan Bank Syariah secara resmi diperkenalkan sejak tahun 1992, yaitu seiring dengan diberlakukan UU No.7 tahun 1992 dan kemudian disempurnakan melalui UU No. 10 tahun 1998 tentang reformasi peraturan perbankan, yang diinterpretasikan untuk memberikan peluang seluas-luasnya membuka usaha perbankan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip bagi hasil (bank syariah). Perkembangan perbankan syariah yang hingga kini menunjukkan pertumbuhan cukup signifikan walaupun populasinya tidak sebesar bank-bank umum konvensional lainnya.
Seperti contoh, strategi perkembangan model perbankan syariah pasca-reformasi atau mendatang, yaitu diperbolehkannya konversi cabang bank konvensional atau bank umum nasional yang kini telah banyak membuka kantor cabang Bank Syariah (catatan data per November 2000, menurut Antonio. 2001:27), adalah sebagai berikut:
• Bank IFI, membuka cabang Syariah, pada 28 Juni 1999
• Bank Susila Bakti
• Bank Niaga
• Bank BNI’46, telah membuka sedikitnya lima cabang Bank BNI Syariah
• Bank BTN
• Bank Mega, menkonversikan satu kantor cabangnya menjadi Bank Syariah
• Bank BRI
• Bank Bukopin
• BPD Jabar, membuka cabang Syariah di Bandung
• BPD Aceh Nanggroe Darussalam, telah menyiapkan peranti, perakatan, SDM dan pelaksanaan Bank Syariah secara menyeluruh sesuai dengan pelaksanaan Syariat Islam di daerah khusus otonomi yang diperluas.

Pertumbuhan perbankan syariah sejak tahun 1998 dan hingga 2002, yaitu rata-rata sebesar 57,6 persen terjadi pertumbuhan yang signifikan atau cukup tinggi diatas perkembangan bank umum nasional mencapai sekitar 12,3 persen. Sedikitnya, kini telah terdapat dua bank umum syariah, yaitu Bank Mualat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Berdasarkan data laporan otoritas moneter atau BI (Bank Indonesia) menyebutkan bahwa jumlah perbankan syariah di Indonesia, yaitu dari 83 perusahaan perbankan yang terdiri dari bank umum, unit usaha dan BPR Syariah dan kini meningkat menjadi 91 perusahaan. Sedangkan jumlah kantor sekitar 203 buah yang tersebar di 29 kota, serta BPR Syariah terdapat 44 bank syariah di seluruh kota nusantara, dan nilai asetnya mencapai Rp 3,7 trilyun dan ditambah dengan dana pihak ketiga sebesar Rp 2,5 trilyun yang telah terhimpun.
Terdapat kemungkinan perkembangan bank syariah di masa mendatang cukup positif, dan terbukti telah mendapat sambutan baik dari masyarakat pada umumnya, serta nasabah khususnya. Hal ini terlihat adanya beberapa bank-bank umum, baik milik pemerintah maupun swasta nasional yang kini berlomba-lomba untuk membuka (konversi) kantor cabang-cabangnya menjadi bank syariah dan termasuk membuka unit jasa keuangan komersial lainnya seperti layanan jasa reksa dana, anjak piutang (factoring), dana syariah, pasar modal dan obligasi syariah yang pada akhirnya memberikan peluang perkembangan positif tentang pendanaan, baik bersifat sosial ekonomi dalam memperdayakan perekonomian berbasis kerakyatan di berbagai daerah dan masyarakat Islami, maupun berdasarkan pengelolaan dan operasional perbankan syariah yang mengacu pada etika moral, teknis pelaksanaan dan mekanisme dengan konsep syariat Islam (Al-Quran, Hadis Rasullah dan Ijma para ulama/cendekiawan muslim).

Strategi Pengembangan Bank Syariah Masa Depan
Strategi pengembangan konsep dan pengelolaan operasional bank syariah secara sehat dan terpercaya akan diharapkan dapat menciptakan sistem, peranan dan fungsi, serta sosialiasi perbankan syariah dalam kehidupan masyarakat, khususnya umat muslim yang mulai menerima secara sepenuhnya sebagai lembaga intermediasi perbankan syariah yang optimal melalui pemahaman dan dukungan, yaitu sebagai berikut:
  1. Struktur perbankan syariah, yaitu dapat mengakomodasi penghimpunan dana dan pembiayaan secara harmonis, serta struktur bank syariah yang berkaitan dengan analisis resiko meliputi:• Struktur permodalan yang kuat, sehat dan terpercaya, serta tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu.
  • Struktur organisasi perusahaan, sumber daya dan pihak pengelola yang tangguh serta handal.
  • Struktur operasional melalui kebijaksanaan dan pelaksanaan bank dengan prinsip-prinsip kehati-hatian, serta pengelolaan praktik perbankan yang sehat dan baik (good corporate government), berlandaskan syariah Islami. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah terciptanya ‘hubungan kemitraan’ melalui hubungan harmonis antarinvestor (mutually investor relationship), dan hubungan debitur/kreditur yang harmonis (debtor and creditor relationship).
  1. Sistem pengawasan dan pembinaan secara efektif, untuk memwujudkan iklim usaha yang kondusif dan dapat melindungi kepentingan masyarakat pada umumnya, dan nasabah khususnya.
  2. Pengembangan jaringan bank syariah, menyediakan kemudahan akses layanan jasa bank syariah kepada masyarakat luas, mendukung pembentukan pasar uang antarbank, intermediasi pasar uang dan pasar modal, pembiyaan fasilitas kredit usaha, anjag piutang sebagainya sehingga akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan bank syariah yang sehat serta dapat diterima dalam kehidupan perekonomian berbasiskan kerakyatan, khususnya umat muslim.
  3. Pengembangan jaringan piranti komputer, hal ini diharapkan akan mempermudah mengakses atau memanfaatkan layanan jasa bank syariah melalui piranti jaringan komputer (computer link) secara luas, efektif dan efisien.
  4. Penyempurnaan ketentuan dan peraturan, secara umum peraturan perundang-undangan perbankan sudah ada, yaitu UU No. 7/1992 dan No. 10/1998, yang belum mengakomodasi perkembangan bank syariah di tanah air secara optimal, dan perlu dibentuk undang-undang khusus perbankan dan melalui surat keputusan otoritas moneter yang lebih efektif untuk pengembangan konsep dan potensi bank syariah, baik secara operasional, fungsional, dan peran layanan jasa perbankan syariah di dalam kehidupan perekonomian masyarakat secara luas, maupun dalam menghadapi persaingan di era globalisasi pasar terbuka.
  5. Pelaksanaan sosialisasi, promosi dan publikasi perbankan syariah yang masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, bahwa pengelolaan perbankan syariah tersebut berbeda dengan bank-bank konvensional (bank umum), yaitu lebih menekankan ‘keunggulan komparatif’ atau selling point dari konsep bank syariah melalui bagi hasil (profit sharing), ‘hubungan kemitraan’, dan tanpa pemberian bunga, serta penghasilan yang halal, baik ditinjau secara ‘ukhrawi maupun akhirati’ sesuai dengan syariah Islam.
  6. Prinsip bank-bank Islam, dikembangkan tersebut tidak terlepas dari konsep syariah Islam yang tidak memperbolehkan pemisahan antara hal yang temporal (nilai duniawi) dan unsur keagamaan dalam pengelolaan bank syariah. Konsekuensinya, konsep bagi hasil dan bagi resiko sesuai dengan kaidah agama, maka keuntungan adalah bagi yang menanggung resiko. Bank syariah akan menolak bunga sebagai biaya untuk penggunaan uang dan pinjaman sebagai alat investasi. Pihak bank syariah menerima dana dari pihak ke-tiga berdasarkan kontrak (mudharabah) dalam bentuk kesepakatan bersama antara penyedia dana (pemegang rekening investasi) dan pengelola dana (bank syariah), baik berkenaan dengan pembagian hasil maupun dalam hal menanggung terjadi resiko kerugian.
Promosi dan Sosialisasi Strategi Pengembangan Pemasaran Terpadu
Upaya promosi, pemasaran, publikasi dan sosialisasi mengenai strategi pengembangan bank syariah dapat dilakukan secara terpadu (integrated marketing communication), melalui kerja sama dengan lembaga atau asosiasi keorganisasian Islam, para ulama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Dakwah Islam (DDI), Dewan Pengawasan Syariah (DPS), Dewan Syariah Nasional (DSN), peranan perguruan tinggi formal Islam atau lembaga pendidikkan tradisional pondok pesantren, majelis-majelis tak’lim dan termasuk kampanye memanfaatkan publisitas yang berkerja sama dengan media massa (media elektronik dan media cetak) untuk perluasan informasi kepada masyarakat.
Sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (public knowledge and awareness) terhadap praktik lembaga keuangan bank syariah secara umum, bahkan khususnya bagi kalangan pengusaha, perbankan umum yang lainnya belum mengetahui secara baik mengenai eksistensi bisnis perbankan syariah, dan termasuk memasyarakatkan kepada lembaga pendidikan atau organisasi keagamaan lainnya melalui 4 (empat) strategi pengembangan perbankan syariah masa mendatang, yaitu sebagai berikut:
  1. Penjelasannya, bahwa perbankan dengan konsep bank syariah pada dasarnya adalah penerapan tathbiq atau fiqih mu’amalah maaliyah. Fiqih yang mengkaji dan menjelaskan bahwa bagaimana sesama manusia berhubungan dengan bidang harta kekayaan, perekonomian, bisnis dan keuangan, khususnya kehadiran bank syariah yang kaitannya dengan kehidupan masyarakat, dan tidak terlepas dari nilai-nilai keagamaan.
  2. Mengembalikan masyarakat pada fitrah alam dan fitrah usaha berdasarkan syariah Islam, bahwa selama ini adanya liberalisasi perbankan yang berorientasi komersialiasi dan pemberian bunga bank adalah bertentangan dengan ajaran (syariat) Islam.
  3. Meluruskan fitrah bisnis melalui ungkapan berlandaskan falsafah Machiaveli, bahwa ‘cari duit secara harampun susah, apalagi secara halal akan lebih sulit lagi.’ Tidak demikian dalam menjalankan sistem bank syariah yang berpatokan pada ajaran keagamaan berdasarkan Al-Quran, Hadis dan Ijma.
  4. Membantu memperbaiki perekonomian yang dilanda krisis multidimensional melalui kehadiran bank syariah. Berbeda dengan bank ribawi (konvensional), bahwa pelaksnaan bank syariah tidak mengenal spread, yakni memperoleh keuntungan tersebut melalui model bagi hasil (syariah) yang terpercaya dan halal antara bank dan nasabahnya. Artinya menginformasikan kepada masyarakat, terdapat keungulan tertentu pada produk muamalah maaliyah yang dikelola oleh bank syariah.
Faktor peraturan perundang-undangan perbankan berdasarkan konsep syariah telah terbentuk, maka mampu mengkomodasi kebutuhan dan perkembangan bank syariah yang khas akan sejajar dengan bank-bank umum, serta ditunjang dengan kualitas maupun kuantitas kemampuan pihak pengelola (SDM) yang profesional dalam memberikan layanan jasa. Sosialisasi atau memasyarakatkan konsep bank syariah di masa depan bukan merupakan tuntutan politik, tetapi lebih mengakomodasi akan kebutuhan utama menciptakan suatu lembaga perbankan yang formal, memiliki legalitas dan dapat diterima berdasarkan aspirasi sosial budaya dengan menerapkan perekonomian masyarakat Indonesia yang bernuansa Islami. Harta kekayaan sebagai ujian keimanan, berkaitan dengan soal mendapatkan, mengelola dan memanfaatkannya harta tersebut, apakah sudah sesuai dengan syariah Islam atau tidak ? (Al-Anfaal :28).
---------------------------- ***** ------------------------------

Sekian dan terima kasih
Jakarta, 04 Agustus 2009
Wasalam,


( Rosady Ruslan, SH, MM )
Penulis Mantan Praktisi PR-Perbankan dan Dosen PR di Universitas Mercu Buana, Universitas Al-Azhar Indonesia dan STIKOM InterStudi, Jakarta



Daftar Perpustakaan
1. Antonio, Muhammad Syafi’I. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik Penerbit Gema Insani, Jakarta.
2. Majalah Info Bank. Edisi April 1990. No. 124. Pencetak PT Delapratasa, Jakarta
3. Bank Indonesia. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank Indonesia, Jakarta.
4. Suara Pembaruan Minggu, Edisi Tanggal 07 April 2003. Jakarta.

5.
6.